Saturday, March 3, 2012

the survivors


The Survivors

Tidak pernah ada hari libur bagi mereka yang bekerja banting tulang mencari uang untuk sekedar melewati hari-hari mereka di dunia ini.

Awalnya selama kurang lebih 1.5 tahun saya pulang pergi dari kampus ke rumah (Jakarta – Serang *perjuangan yang lumayan melelahkan untuk mengkonsumsi pendidikan), saya tidak pernah terlalu sadar dan peduli memikirkan lingkungan tempat saya biasa lalui, orang-orang yang berlalu lalang di hadapan saya. 

Setiap kali saya berada di Kebon Jeruk (tempat dimana banyak orang menunggu bus), setiap kali itu juga pasti banyak pedagang asongan yang mondar –mandir di depan saya. Ketika bus berhenti untuk mencari penumpang, secara langsung tanpa dikomandoi, para pedagang asongan itu langsung menyerbu masuk ke dalam bus. Penyanyi jalanan pun tentu tidak ikut ketinggalan. 

Begitu mereka beramai-ramai merambah masuk menjajalkan dagangannya ke penumpang, jujur saya sebenarnya merasa terusik. Bayangkan saja, pedagang itu masuk dengan berbagai variasi dagangan, ada yang jual tahu, mainan anak, buku gambar anak, buah-buahan, buku atlas kecil, pemotong wortel/kentang, kacamata plus, bahkan kamus Inggris-Indonesia (gila saya sampai hafal! ahaha),  yang dimana mereka meneriakan barang dagangan masing-masing mereka bawa secara bersama-sama!  

tahu-tahu
pemotong wortel nya buat di dapur
maenan anaknya ya bapak ibu, di Monas harganya 25 ribu, saya cukup 10 ribu aja (hahahah)
buku gambar buat si kecil
salak-salak
kamus nya, bahasa Inggris penting buat belajar
dan lain-lain nya disusul dengan penyanyi bergitar..
(untung aja ga ada yang teriak “bayi gelondongan nya boleh ya.. lol)

Ampun deh.. ribet banget kan tuh denger segitu banyaknya kata dalam satu waktu bersamaan..
(kalo di Statistika, itu disebut non mutually exclusive events pada materi probabilitas.. hahaha)
belum lagi, sesuatu yang sama mengganggunya = bau matahari dan keringat pedagang itu yang uda dari pagi kerja. Lengkap sudah keistimewaan fasilitas kendaraan umum di Jakarta ini.
Baru beberapa hari yang lalu, saya kembali melihat pedagang kamus Inggris-Indonesia itu di bawah terik dan panasnya matahari, berusaha untuk menjual dagangannya itu ke orang-orang di sekitarnya, dan tidak ada yang beli. Beliau terlihat sudah lelah, usianya juga tidak muda, bajunya sudah basah dengan keringat. Lalu baru kali ini saya dengan tiba-tiba berpikir “kasian, gimana cara dia ngelewatin hidup kalo barang dagangannya ga laku-laku? Dia sehari bisa jual berapa kamus ya? Berapa untung yang dia dapet dari penjualan 1 kamus? Trus dibandingin sama berapa pengeluarannya tiap hari? Dia punya keluarga berapa orang yang mesti ditanggung kehidupannya? Ko dia masih bisa bertahan sampai hari ini hanya dengan menjual kamus? Hebat..”

Sementara itu beberapa hal yang masuk di logika saya adalah, kamus Inggris-Indonesia yang dia jual selama ini minim sekali peminatnya (termasuk saya sih, tapi kalo saya uda jelas alasannya, karena di rumah uda punya 4 kamus, itupun uda cukup membuat meja saya terlihat penuh dengannya).

Kamus itu harganya lumayan tidak murah, kalau tidak salah itu 75 ribu dan 150 ribu, sementara orang malas membuang uang sebesar itu jika menurutnya bukanlah prioritas utama, atau mungkin juga alasan sama seperti saya yang sudah memiliki kamus cukup banyak di rumah, ditambah ada juga orang yang masih konservatif pemikirannya, yaitu kamus Inggris ga penting, cukup dengerin guru di sekolah juga bisa (padahal itu salah besar), ada juga mungkin karena kualitas kamus yang terlihat kurang begitu bagus, yaitu terlihat mudah lepas dari covernya, dan alasan-alasan lainnya. Banyak alasan bagi costumer menolak membeli product yang ditawarkan seller kan..?

Meskipun demikian, para pedagang seperti itu ternyata memiliki semangat jualan yang tinggi dan tidak mudah menyerah. Mereka tetap menjalankan bisnis kecilnya walaupun tidak menghasilkan banyak uang. Setidaknya mereka masih melakukan sesuatu yang tidak kriminal dan bisa survive! 

Tuhan memberkati semua makhluk ciptaanNya! 

Burung di udara yang tidak menabur dan tidak menuai saja diberi makan olehNya, dipeliharaNya, apalagi manusia yang diciptakan lebih mulia dari semua makhluk hidup yang ada…! 

Tidak ada gunanya malu berlebihan yang menyebabkan kita tidak mau berusaha dan bekerja lagi, karena orang yang mengejek kelemahan kita nyatanya lari menjauhkan diri tidak membantu sama sekali. Hanya diri kita sendiri dan Tuhan yang tahu secara jelas seberapa mampu kita bisa bangkit dan pulih dari keterpurukan menuju ke hidup yang lebih berkualitas.

-don’t stuck and cry because of our present, but think something bigger for the future-




No comments: