Friday, March 2, 2012

God the Glory (the story of me *2*)


God the Glory (the story of me *2*)

Kehidupan saya di kampus sejauh ini adalah baik, Puji Tuhan..
Teman-teman disini adalah mereka yang memiliki kualitas intelegensi yang baik, sekalipun mereka pintar, mereka tidak sombong, terbuka terhadap setiap masukan, dan mau bergaul dengan menyenangkan. Tidak menjaga jarak. 

Awalnya sebelum saya bersekolah di kota Jakarta (walaupun saya memang lahir dan sempat menghabiskan masa kecil indah saya di Jakarta), saya berpikir bahwa lingkungan pertemanan sekolah di daerah lebih baik dan tidak egois. Banyak orang mengatakan bahwa orang Jakarta adalah orang-orang yang individualis akibat dari persaingan yang ketat dan segala macam faktor lainnya. Namun meskipun alasan itu cukup logis, hal itu tidak sepenuhnya benar.
Saya malah merasakan suasana pertemanan yang lebih terbuka dibandingkan waktu di daerah. 

Ketika saya memulai kehidupan akademis saya di Trisakti School of Management ini, saya selalu berusaha untuk mengaplikasikan 3 nilai yang paling berharga yang saya dapat dari kepala cabang tempat saya dulu bekerja, saat beliau mendukung saya sepenuhnya untuk melanjutkan pendidikan sekalipun saat itu karir kerja saya termasuk cukup gemilang. Karena menurutnya, pendidikan adalah hal yang penting untuk anda meraih sukses yang lebih besar.  

Pertama: kamu belajar bukan untuk menjadi segera mengerti, tetapi  kamu belajar, mengalami proses, untuk kemudian kamu memahami apa yang sedang kamu pelajari, hingga kelak kamu bisa melakukannya di kemudian hari.
Kedua: bangunlah jaringan seluas-luasnya, networking yang kuat sangat bermanfaat bagi masa depan kamu, karena tidak seorang pun tau, siapa yang akan nantinya menuai sukses.
Ketiga: jangan remehkan pengetahuan sekecil apapun, jangan memilih untuk menolaknya, ambil saja semuanya itu, karena tidak menutup kemungkinan jika kamu akan membutuhkannya di masa yang akan datang.

Saya begitu bersyukur dulu punya kepala cabang yang begitu baik dan bijaksana.. God bless him a load.

Kemudian, saya mulai mempraktekannya. Dan hasilnya? Sungguh memuaskan.
Kendati demikian, pertemanan yang baik tentu harus memilih.. memang kita tidak merendahkan individu manapun, tapi kita bisa memilih orang yang pantas untuk bisa kita sebut mereka teman sejati, dimana memiliki kriteria: mampu membawa kita ke hidup yang positif, menjadikan kita lebih termotivasi dalam belajar dan bertindak, teman tidak membawa kita dalam posisi tidak enak hati untuk berkata tidak pada hal yang buruk, dan yang pasti kita harus memilih teman yang bisa membuat kita semakin dekat dengan Tuhan. 
(persis seperti perkataan Mario Teguh yang saya dapat beberapa waktu lalu). Dan saya mendapatkan teman-teman seperti itu. Puji Tuhan..

Ketika saya menceritakan kisah saya di part *1*, saya telah mengakui betapa sombongnya diri saya, menganggap diri ini begitu hebat dan mulia.. kini saya akan menceritakan bagaimana Tuhan merubah kepribadian saya yang angkuh dan “tidak normal itu” menjadi lebih baik dan berkenan bagiNya (saya harap Tuhan menyetujui pernyataan saya ini). Saya memiliki hidup baru.

Menjalani hari saya di kampus ini, terkadang terasa sangat berat, menyedihkan, menakutkan, mengecewakan, tetapi juga begitu manis

Dengan status mahasiswi full tuition fee, rasanya hampir mustahil jika saya mampu berpura-pura tidak peduli untuk mengabaikan tanggung jawab berat untuk mempertahankan nilai bagus. Karena saya memang tidak memiliki otak yang “wah” untuk mengemban kepercayaan dan kesempatan luar biasa ini.

Melihat teman-teman saya yang kurang beruntung tidak mendapatkan beasiswa full memiliki nilai yang malah jauh lebih baik dari saya, hal itu seringkali membuat saya malu, down, dan sungguh merasa bersalah.. Kenapa? Saya merasa bersalah karena saya merasa saya telah mengambil kesempatan emas yang sebenarnya mungkin jauh lebih layak diterima mereka.. dan hebatnya lagi, di satu sisi saya masih bisa begitu bersyukur pada Tuhan karenanya..
Ketika saya mengajukan pertanyaan psikologis tentang kenapa Tuhan malah memilih saya bukan mereka padahal mereka lebih pantas dan lagi lebih mengasihi Tuhan (saya rasa)! Saya mendengar jawaban dimana cukup menenangkan dan menguatkan saya di masa super kritis kepercayaan diri itu: “kamu tidak akan dikasih beban yang melebihi kemampuan yang bisa kamu tanggung, Nesia.... Semua berkat dan anugerah yang ada di dunia ini, yang Aku berikan pada umatKu dan bahkan juga bukan umatKu, Aku sudah mengaturnya, dan tidak akan salah! Nikmati dan lakukan lah saja yang terbaik untukKu..”

Begitu terharunya saya mendengar kata itu begitu saja di pikiran saya, dan saya yakin itu bukan diri saya yang sedang membanggakan diri (karena memang tidak ada yang bisa dibanggakan dari saya pribadi), ataupun sedang menghibur diri sendiri, melainkan Roh Tuhan yang berkata. Sebab itu saya menyerahkan semua hidup saya di tangan Tuhan, dan berkata “kalau begitu, tolong Tuhan jangan pernah sekalipun tinggalkan saya dalam keadaan apapun.. karena saya benar-benar tidak akan pernah mampu menjalani hidup jika hanya mengandalkan kekuatan saya sendiri..!” 

Puji Tuhan.... Tuhan memang sangat layak dipuji dan ditinggikan setiap saat!

Adapun beberapa hal yang pernah membuat saya bergidik ngeri melihat betapa dangkal iman saya dulu saat dibandingkan dengan yang lainnya adalah:
Waktu mengikuti perkumpulan agama, saya mendapati kesaksian dari pemimpin kelompok kecil saya langsung, bahwa dia dulunya bukan agama Kristen.. tapi begitu masuk kampus dan bermula dari iseng-iseng ikut mendengarkan kesaksian temannya, mulai lah iman nya terhadap Kristus tumbuh, dan dia mulai aktif membaca Alkitab dan mengikuti pertemuan-pertemuan ibadah yang diadakan kampus. Dipikiran saya saat itu hanyalah: dahsyat! Tuhan luar biasa!
 
Ketika itu saya merasa begitu malu pada diri sendiri, dari kecil sudah Kristen tapi belum bersaksi dan menjadi seorang yang aktif dalam Tuhan seperti dia yang padahal baru mengenal Tuhan beberapa tahun atau mungkin bulan.. 

Ditambah lagi kesaksian seorang teman yang baru kali itu saya temui, dia beserta keluarga bukan juga penganut agama Kristen, tapi di dalam hatinya, dia sangat rindu bersekutu dengan Tuhan, sehingga setiap hari Minggu dia berusaha keras untuk bisa pergi ke Gereja walaupun dengan harus memberikan alasan yang tidak sebenarnya (karena dia pernah mencoba beberapa kali dengan alasan yang jujur, tapi dimarahi dan tidak diijinkan pergi). Dosakah itu? Saya juga kurang tau.. yang saya tau pasti adalah Tuhan tidak pernah memalingkan wajahNya dari orang-orang yang mencari Dia. 

Begitulah cara Tuhan membuat mata dan hati saya terbuka, Tuhan ingin saya berubah untuk menjadi lebih serupa dengan diriNya, dengan mempertemukan saya dengan orang-orang yang memiliki iman besar, supaya saya bisa menjadi seperti  bibit yang ditabur di tanah subur, bukan batu apalagi jalanan.

Saya pun segera bertobat dan meminta bimbingan Tuhan dan Roh Kudus senantiasa, dan memulai perubahan dalam cara pandang, pola pikir, dan penguasaan diri saya. Sungguh bukan hal yang mudah! Tetapi bagi Dia tidak ada yang mustahil bukan? Meskipun saya melangkah dalam pergerakan yang begitu lambat, tapi toh saya tetap melakukannya. Itu jauh lebih baik daripada tidak memulai sama sekali.

- God has never let His people live in the wrong track-

No comments: