Saturday, August 4, 2012

Stop Covering Up Mistakes With Using the Name of God


 Stop Covering Up Mistakes With Using the Name of God

Bagi saya dan banyak orang, kegagalan adalah makanan yang sudah tidak asing lagi. Kegagalan menurut saya adalah hal dimana saya tidak merasa puas dan bangga dengan hasil kerja yang diperoleh. 

Sebenarnya, saya adalah orang yang cukup simple dan tidak memiliki ambisius yang tinggi layaknya seorang juara sebuah pertandingan. Ketika semua berjalan dengan lancar dan tampaknya tidak ada kesalahan besar terjadi, saya sudah cukup puas dan bersyukur. 

Akan tetapi saya tidak tinggal sendirian di dunia ini, sehingga saya tidak bisa selalu merasa comfort dengan apa yang saya raih. Saya cukup yakin, bahwa sesungguhnya hampir semua orang memiliki sifat yang sama dengan saya.. yaitu: saya akan lebih fokus dan seringkali melihat ke atas ketimbang ke bawah.
Artinya, ketika saya memperoleh hasil B, yang tadinya saya merasa puas,  bangga, dan bersyukur; tapi kemudian melihat ada orang lain yang berhasil memperoleh hasil A, maka rasa puas, bangga, dan syukur yang awalnya dimiliki itu, akan seketika luntur begitu saja. Karena kita tahu bahwa ada orang yang melebihi  kita. And it means we are not the best. People hate to be defeated. 

Seberapa beriman dan se-positif apa pun pikiran anda, saya yakin bahwa ada suara kecil di hati dan pikiran anda yang meneyetujui statement saya di atas. Itu hal yang wajar.
 Semakin anda berusaha untuk menyangkal perasaan anda yang sesungguhnya, semakin anda merasa lelah, seperti anda telah melakukan suatu pekerjaan yang berat, dan berarti. Menyimpan perasaan kesal, kecewa, marah memang tidak mudah. Energi anda akan terasa sedikit demi sedikit terkuras habis. 

Bagaimana cara agar anda mampu bangun dari keterpurukan? Jawabannya adalah berdoa, bekerja, berserah kepada Tuhan, dan motivasi diri anda sendiri. 

Mungkin banyak dari kita yang masih belum menyadari bahwa motivator terhandal bagi anda adalah diri anda sendiri. Seperti halnya seorang yang sedang sedih, kecewa, gagal, atau terluka, mereka menceritakan kedukaannya itu kepada orang lain yang dianggapnya mampu memberikan semangat baru bagi dirinya, dan kemudian berpikir bahwa pendeta, orang tua, sahabat, atau orang yang diajak sharing nya itu adalah motivator terhebat untuknya. 

Padahal, motivasi-motivasi hebat yang diperolehnya dari orang lain itu tidak akan menjadi apa-apa apabila mereka tidak meresponnya, tidak meng-iman-i pernyataan tersebut, dan tidak mengembangkannya menjadi kekuatan motivasi yang berdaya ledak besar. So, ingatlah bahwa motivator terbesar adalah diri kita sendiri! Orang lain hanya berperan sebagai penasihat. 

Sekarang saya ingin berbagi cerita dari pengalaman pribadi saya..
Ketika saya mendapat nilai pelajaran yang kurang dan bahkan tidak memuaskan, serta terpaksa harus mengulang, dulu saya menganggapnya sebagai suatu jalan hidup yang memang dari awal Tuhan sudah tahu bahwa saya akan mengalami itu. Saat itu, saya adalah orang yang sepenuhnya yakin bahwa tiap-tiap detik yang saya lalui, Tuhan mengetahui dan telah mengatur semuanya. Jadi apapun yang saya lakukan dan dapatkan, saya yakin itu sudah sesuai dengan rancangan Tuhan atas hidup saya.

Sehingga ketika saya mendapat nilai rendah dan harus mengulang pelajaran, saya masih berpikir bahwa ini sudah jalannya Tuhan. Dan setelah berpikir demikian, maka saya akan bisa kembali bersyukur dengan kondisi yang ada. 

Sekali, dua kali saya mengalami hal serupa, saya masih memegang pandangan tersebut. Saya masih bisa enjoy dengan hidup saya yang sedikit bermasalah itu. Saya bisa tenang dan gembira menjalani hari-hari yang berat sekalipun. 

Namun saat kegagalan ketiga, keempat dan terus terulang kembali, saya mulai berpikir.. mungkin memang telat, tapi saya syukuri saya masih sempat berpikir akan hal ini: kegagalan tidak selalu direncanakan oleh Tuhan. Hanya saja kegagalan seringkali membuat kita menjadi pribadi yang suka mencari alasan atas kegagalan tersebut, dan memupuk jiwa pecundang. 

Saya tidak akan keberatan sama sekali apabila anda menilai saya sebagai seorang yang “kurang beriman”.. itu terserah anda.. yang jelas saya sudah mengalami kegagalan bukan hanya sekali-dua kali, dan saya selalu melakukan evaluasi terhadap hal tersebut. Dan yang penting saya pribadi memiliki kepercayaan bahwa saya bukanlah pengkhianat iman.

Sekarang, saya ingin memberi contoh bagaimana maksud context pembicaraan saya ini:

Ketika kita gagal dalam memperoleh nilai bagus, sehingga mengharuskan mengulang pelajaran tersebut. Saat peristiwa menyedihkan itu terjadi sekali, seberapa banyak dari kita yang masih bisa mencari dan memberi alasan “ini mungkin sudah kehendak Tuhan jika saya harus ngulang lagi.. pasti ada rencana indah di balik kegagalan ini yang sudah Tuhan sediakan buat saya..”

Ketika ada dari kita yang kehilangan pekerjaan pada saat jabatannya dalam posisi tinggi. Satu kali terjadi, masih bisa berpikir positif “ini mungkin sudah jalanNya Tuhan.. saya tahu Tuhan telah merencanakan segala yang terbaik buat saya..”

Ketika kita ditolak orang yang disukai. Masih bisa dong anda juga berpikir “Tuhan pasti rencanain yang terbaik.. mungkin memang bukan dia orang yang Tuhan kirim sebagai kekasih saya..”

ditambah pula dengan kata-kata pamungkas: "cara Tuhan adalah yang terbaik.."

Dan banyaaaakk lagi hal-hal lain yang semua kegagalan mengatasnamakan Tuhan.

Saya juga dulu hampir selalu memiliki pemikiran seperti itu.. 

Tetapi lama kelamaan, semakin banyaknya permasalahan yang datang, kegagalan yang terjadi atas hidup saya, itu semua secara perlahan-lahan mengajari saya untuk menjadi orang yang lebih realistis.
Selama ini nyatanya saya belum sepenuhnya menjadi orang yang dapat berpikir dan berpengharap dengan tepat. 

Saya menyadari bahwa semakin saya mengatasnamakan Tuhan dalam kegagalan saya, maka rasa toleransi saya terhadap kegagalan pun semakin besar. Yang mengakibatkan saya tidak terlalu berusaha keras mengintropeksi diri dan tidak serius dalam merespon perubahan.

 Coba pikirkan bila penyebab utama untuk contoh saya di atas adalah:
1. saya mengulang pelajaran karena saya memang dulu tidak fokus dalam belajar
2. saya kehilangan pekerjaan karena saya memang tidak bekerja dengan serius
3. saya tidak mendapatkan pujaan hati karena saya terlalu egois dalam bertindak

Sekarang bayangkan lah apabila anda berada di posisi Tuhan.. saya yakin anda akan cukup bingung, kesal, marah, kecewa, dan sedih karena manusia menjadikan Tuhan sebagai tameng/ kambing hitam yang ditunjuk untuk dipersalahkan.. dan menjadi tertuduh yang harus bertanggung jawab atas kegagalan dan kesalahan kita manusia. 

Bagaimana tidak? Dia telah merencanakan untuk kita plan A, namun karena kelalaian, kemalasan, ketidak-disiplinan, keacuhan, kecerobohan dan kesombongan kita, kita jadi berbelok mendapatkan hasil B. Kemudian kita tidak terima, lalu berkata “ini sudah Tuhan atur.. Tuhan tau yang terbaik untuk saya..  ini sudah jalanNya bahwa saya harus gagal sekarang untuk memperoleh hal yang indah dibalik rancanganNya.. meskipun saya tidak tahu apa itu.. karena saya tahu pasti Tuhan tidak akan menjatuhkan saya!”

Nah loh!! Kena kan tuh nama Tuhan dibawa-bawa untuk mengurangi penyesalan dan kesedihan kita? Hal tersebut layak lah seperti teori di Akuntansi Manajemen yang mana membahas tentang over/under allocated.. kita terlalu rendah memberi poin kesalahan kita(under allocated), dan membebankan poin kesalahan kepada Tuhan lebih besar (overallocated). 

Adil ga sih?? Ya jelas banget engga nya lah, cuy!
Tuhan bisa-bisa bilang begini ke kita guys:  “loh ko u nyalahin I sh? I tuh uda kasih ke u rancangan A.. nah kalo u akhirnya malah dapetin B karena kelalaian u sendiri, kenapa u bilang itu rancangan I? itu kan sama aja dengan u minta I buat bertanggung jawab atas masalah yang u timbulin.. u gt ya.. tau I penuh kasih dan berkuasa, dengan semena-mena pake nama I buat pertaruhin nama baik I untuk kepentingan u sendiri..” 

Begitu lah kurang lebih nya..
Jadi, dari penulisan pembacaan pengalaman pribadi saya kali ini, saya ingin men-sharingkan pembelajaran yang didapat dari kegagalan, yaitu: jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa kegagalan yang terjadi atas diri kita semuanya adalah rancangan baik Tuhan yang terlapisi dengan banyak masalah di awalnya, dan berakhir selalu dengan manis. Meskipun terkadang Tuhan memang mengijinkan ujian itu datang, namun juga tidak menutup kemungkinan bila kejatuhan tersebut sebagian besar adalah didistribusi oleh diri kita sendiri. 

Tetapi tetap ingtlah bahwa Tuhan memang tidak akan membiarkan anda tetap berjalan di jalan yang salah. Dia akan menegur kesalahan kita yang terfatal sekalipun.. dan Dia mau mengampuni dan membangkitkan.

-God does not hold a grudge, and he has always been on our side to justify us-

2 comments:

XileFeline LixcenderLine said...

wow, wonderful :)
I like it very much..
make me stronger.. Thank youuuu :)

fabulous said...

you 're welcome..
I'm glad u like this :)