Stop Covering Up Mistakes With Using the Name of God
Bagi saya dan banyak orang, kegagalan adalah makanan yang sudah tidak asing
lagi. Kegagalan menurut saya adalah hal dimana saya tidak merasa puas dan bangga
dengan hasil kerja yang diperoleh.
Sebenarnya, saya adalah orang yang cukup simple dan tidak
memiliki ambisius yang tinggi layaknya seorang juara sebuah pertandingan.
Ketika semua berjalan dengan lancar dan tampaknya tidak ada kesalahan besar
terjadi, saya sudah cukup puas dan bersyukur.
Akan tetapi saya tidak tinggal sendirian di dunia ini,
sehingga saya tidak bisa selalu merasa comfort dengan apa yang saya raih. Saya
cukup yakin, bahwa sesungguhnya hampir semua orang memiliki sifat yang sama
dengan saya.. yaitu: saya akan lebih fokus dan seringkali melihat ke atas
ketimbang ke bawah.
Artinya, ketika saya memperoleh hasil B, yang tadinya
saya merasa puas, bangga, dan bersyukur;
tapi kemudian melihat ada orang lain yang berhasil memperoleh hasil A, maka rasa puas,
bangga, dan syukur yang awalnya dimiliki itu, akan seketika luntur begitu
saja. Karena kita tahu bahwa ada orang yang melebihi kita. And it means we are not the best. People
hate to be defeated.
Seberapa beriman dan se-positif apa pun pikiran anda, saya
yakin bahwa ada suara kecil di hati dan pikiran anda yang meneyetujui statement
saya di atas. Itu hal yang wajar.
Semakin anda berusaha untuk menyangkal perasaan anda yang
sesungguhnya, semakin anda merasa lelah, seperti anda telah melakukan suatu
pekerjaan yang berat, dan berarti. Menyimpan perasaan kesal, kecewa, marah
memang tidak mudah. Energi anda akan terasa sedikit demi sedikit terkuras
habis.
Bagaimana cara agar anda mampu bangun dari keterpurukan?
Jawabannya adalah berdoa, bekerja, berserah kepada Tuhan, dan motivasi diri anda sendiri.
Mungkin banyak dari kita yang masih belum menyadari bahwa
motivator terhandal bagi anda adalah diri anda sendiri. Seperti halnya seorang
yang sedang sedih, kecewa, gagal, atau terluka, mereka menceritakan kedukaannya
itu kepada orang lain yang dianggapnya mampu memberikan semangat baru bagi dirinya,
dan kemudian berpikir bahwa pendeta, orang tua, sahabat, atau orang yang diajak
sharing nya itu adalah motivator terhebat untuknya.
Padahal, motivasi-motivasi hebat yang diperolehnya dari
orang lain itu tidak akan menjadi apa-apa apabila mereka tidak meresponnya,
tidak meng-iman-i pernyataan tersebut, dan tidak mengembangkannya menjadi
kekuatan motivasi yang berdaya ledak besar. So, ingatlah bahwa motivator
terbesar adalah diri kita sendiri! Orang lain hanya berperan sebagai penasihat.
Sekarang saya ingin berbagi cerita dari pengalaman pribadi
saya..
Ketika saya mendapat nilai pelajaran yang kurang dan bahkan
tidak memuaskan, serta terpaksa harus mengulang, dulu saya menganggapnya
sebagai suatu jalan hidup yang memang dari awal Tuhan sudah tahu bahwa saya
akan mengalami itu. Saat itu, saya adalah orang yang sepenuhnya yakin bahwa
tiap-tiap detik yang saya lalui, Tuhan mengetahui dan telah mengatur semuanya.
Jadi apapun yang saya lakukan dan dapatkan, saya yakin itu sudah sesuai dengan
rancangan Tuhan atas hidup saya.
Sehingga ketika saya mendapat nilai rendah dan harus
mengulang pelajaran, saya masih berpikir bahwa ini sudah jalannya Tuhan. Dan
setelah berpikir demikian, maka saya akan bisa kembali bersyukur dengan kondisi
yang ada.
Sekali, dua kali saya mengalami hal serupa, saya masih
memegang pandangan tersebut. Saya masih bisa enjoy dengan hidup saya yang
sedikit bermasalah itu. Saya bisa tenang dan gembira menjalani hari-hari yang
berat sekalipun.
Namun saat kegagalan ketiga, keempat dan terus terulang kembali, saya
mulai berpikir.. mungkin memang telat, tapi saya syukuri saya masih sempat
berpikir akan hal ini: kegagalan tidak selalu direncanakan oleh Tuhan. Hanya
saja kegagalan seringkali membuat kita menjadi pribadi yang suka mencari alasan
atas kegagalan tersebut, dan memupuk jiwa pecundang.
Saya tidak akan keberatan sama sekali apabila anda menilai
saya sebagai seorang yang “kurang beriman”.. itu terserah anda.. yang jelas saya sudah mengalami
kegagalan bukan hanya sekali-dua kali, dan saya selalu melakukan evaluasi
terhadap hal tersebut. Dan yang penting saya pribadi memiliki kepercayaan bahwa saya
bukanlah pengkhianat iman.
Sekarang, saya ingin memberi contoh bagaimana maksud context
pembicaraan saya ini:
Ketika kita gagal dalam memperoleh nilai bagus, sehingga mengharuskan mengulang pelajaran tersebut. Saat peristiwa menyedihkan itu terjadi
sekali, seberapa banyak dari kita yang masih bisa mencari dan memberi alasan “ini mungkin sudah kehendak Tuhan jika
saya harus ngulang lagi.. pasti ada rencana indah di balik kegagalan ini yang
sudah Tuhan sediakan buat saya..”
Ketika ada dari kita yang kehilangan pekerjaan pada saat jabatannya dalam posisi
tinggi. Satu kali terjadi, masih bisa berpikir positif “ini mungkin sudah
jalanNya Tuhan.. saya tahu Tuhan telah merencanakan segala yang terbaik buat
saya..”

ditambah pula dengan kata-kata pamungkas: "cara Tuhan adalah yang terbaik.."
Dan banyaaaakk lagi hal-hal lain yang semua kegagalan mengatasnamakan
Tuhan.
Saya juga dulu hampir selalu memiliki pemikiran seperti itu..
Tetapi lama kelamaan, semakin banyaknya permasalahan yang
datang, kegagalan yang terjadi atas hidup saya, itu semua secara perlahan-lahan
mengajari saya untuk menjadi orang yang lebih realistis.
Selama ini nyatanya saya belum sepenuhnya menjadi orang yang dapat berpikir dan berpengharap dengan tepat.
Selama ini nyatanya saya belum sepenuhnya menjadi orang yang dapat berpikir dan berpengharap dengan tepat.
Saya menyadari bahwa semakin saya mengatasnamakan Tuhan
dalam kegagalan saya, maka rasa toleransi saya terhadap kegagalan pun semakin
besar. Yang mengakibatkan saya tidak terlalu berusaha keras mengintropeksi diri dan tidak serius dalam merespon perubahan.
Coba pikirkan bila penyebab utama untuk contoh saya di atas adalah:
1. saya mengulang pelajaran karena saya memang dulu tidak fokus dalam belajar
1. saya mengulang pelajaran karena saya memang dulu tidak fokus dalam belajar
2. saya kehilangan pekerjaan karena saya memang tidak bekerja dengan serius
3. saya tidak mendapatkan pujaan hati karena saya terlalu egois dalam bertindak
Sekarang bayangkan lah apabila anda berada di posisi Tuhan..
saya yakin anda akan cukup bingung, kesal, marah, kecewa, dan sedih karena
manusia menjadikan Tuhan sebagai tameng/ kambing hitam yang ditunjuk untuk
dipersalahkan.. dan menjadi tertuduh yang harus bertanggung jawab atas
kegagalan dan kesalahan kita manusia.
Bagaimana tidak? Dia telah merencanakan untuk kita plan A,
namun karena kelalaian, kemalasan, ketidak-disiplinan, keacuhan, kecerobohan
dan kesombongan kita, kita jadi berbelok mendapatkan hasil B. Kemudian kita
tidak terima, lalu berkata “ini sudah Tuhan atur.. Tuhan tau yang terbaik untuk
saya.. ini sudah jalanNya bahwa saya
harus gagal sekarang untuk memperoleh hal yang indah dibalik rancanganNya..
meskipun saya tidak tahu apa itu.. karena saya tahu pasti Tuhan tidak akan
menjatuhkan saya!”
Nah loh!! Kena kan tuh nama Tuhan dibawa-bawa untuk
mengurangi penyesalan dan kesedihan kita? Hal tersebut layak lah seperti teori
di Akuntansi Manajemen yang mana membahas tentang over/under allocated.. kita
terlalu rendah memberi poin kesalahan kita(under allocated), dan
membebankan poin kesalahan kepada Tuhan lebih besar (overallocated).
Adil ga sih?? Ya jelas banget engga nya lah, cuy!
Tuhan bisa-bisa bilang begini ke kita guys: “loh ko u nyalahin I sh? I tuh uda kasih ke u rancangan A.. nah kalo u akhirnya malah dapetin B karena kelalaian u sendiri, kenapa u bilang itu rancangan I? itu kan sama aja dengan u minta I buat bertanggung jawab atas masalah yang u timbulin.. u gt ya.. tau I penuh kasih dan berkuasa, dengan semena-mena pake nama I buat pertaruhin nama baik I untuk kepentingan u sendiri..”
Tuhan bisa-bisa bilang begini ke kita guys: “loh ko u nyalahin I sh? I tuh uda kasih ke u rancangan A.. nah kalo u akhirnya malah dapetin B karena kelalaian u sendiri, kenapa u bilang itu rancangan I? itu kan sama aja dengan u minta I buat bertanggung jawab atas masalah yang u timbulin.. u gt ya.. tau I penuh kasih dan berkuasa, dengan semena-mena pake nama I buat pertaruhin nama baik I untuk kepentingan u sendiri..”
Begitu lah kurang lebih nya..
Jadi, dari penulisan pembacaan pengalaman pribadi saya kali ini, saya ingin men-sharingkan pembelajaran yang didapat dari kegagalan, yaitu: jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa kegagalan yang terjadi atas diri kita semuanya adalah rancangan baik Tuhan yang terlapisi dengan banyak masalah di awalnya, dan berakhir selalu dengan manis. Meskipun terkadang Tuhan memang mengijinkan ujian itu datang, namun juga tidak menutup kemungkinan bila kejatuhan tersebut sebagian besar adalah didistribusi oleh diri kita sendiri.
Jadi, dari penulisan pembacaan pengalaman pribadi saya kali ini, saya ingin men-sharingkan pembelajaran yang didapat dari kegagalan, yaitu: jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa kegagalan yang terjadi atas diri kita semuanya adalah rancangan baik Tuhan yang terlapisi dengan banyak masalah di awalnya, dan berakhir selalu dengan manis. Meskipun terkadang Tuhan memang mengijinkan ujian itu datang, namun juga tidak menutup kemungkinan bila kejatuhan tersebut sebagian besar adalah didistribusi oleh diri kita sendiri.
Tetapi tetap ingtlah bahwa Tuhan memang tidak akan membiarkan anda tetap berjalan di jalan yang salah. Dia akan menegur kesalahan kita yang terfatal sekalipun.. dan Dia mau mengampuni dan membangkitkan.
-God does not hold a grudge, and he has always been on our side to justify us-
2 comments:
wow, wonderful :)
I like it very much..
make me stronger.. Thank youuuu :)
you 're welcome..
I'm glad u like this :)
Post a Comment