Thursday, September 4, 2014

Win with God



Dari sekian banyak hal yang saya suka lakukan, bersaksi merupakan salah satu favorit saya. 

Awal perkuliahan semester 8 (semester akhir saya dimana hanya tersisa mata kuliah skripsi) merupakan awal yang menegangkan, menggairahkan, sekaligus menakutkan. 

Teman-teman baik saya rata-rata sudah selangkah lebih maju, yaitu mereka mengambil mata kuliah skripsi di semester 7. Dari sekian banyak teman baik saya, beberapa yang memiliki indeks prestasi mengaggumkan memerlukan tambahan waktu dalam pengerjaan skripsi, yang disebut “extention” dan menyelesaikan skripsi dengan nilai memusakan pada awal semester 8.
 Mereka selesai, saya baru mulai.

Saat saya mulai melangkah memasuki zona “perang antara hidup atau mati – lulus atau tidak”, saya asik menggumulkan hal-hal terkait tugas akhir perkuliahan tersebut.

Logika sederhana saya berpikir:

# A, B, C, D semua teman baik saya dengan indeks prestasi tinggi (yang berarti cerdas) saja memerlukan waktu pengerjaan tambahan pada skripsinya menjadi 1 semester lebih; bagaimana dengan saya yang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa ini?? (menyedihkannya membandingkan diri dengan orang lain adalah hal buruk yang masih belum sepenuhnya dapat saya lepaskan)# 

#Jurnal saya menggunakan metode statistik yang tidak dipelajari selama perkuliahan, yaitu SEM, dan saya tidak punya basic pengetahuan tentang itu sebelumnya;
90 dari 100% orang yang saya temui dan tahu tentang program itu, mereka berkata bahwa metode statistik itu rumit dan butuh waktu yang cukup lama untuk mempelajarinya.. ditambah embel-embel “sangat sulit bagi kamu lulus dalam 1 semester jika tetap menggunakan SEM-LISREL” # 

Apabila saya tidak lulus dalam 1 semester, tentulah saya tahu dengan sangat jelas konsekuensi yang saya terima:
*ucapkan selamat tinggal pada beasiswa (dignity saya cukup tergantung pada eksistensinya)
*termenung melihat rekan-rekan seperjuangan di wisuda sementara saya masih berjuang dengan kuliah
*saya mempermalukan Tuhan, orang tua, terlebih diri saya sendiri
*membuang waktu, tenaga, uang, dan kesempatan 

Bagimana jika anda menjadi saya?
Berusaha mencari jurnal lain dengan metode statistik yang sudah cukup anda kuasai? Masuk akal..
hal itu bisa membantu dalam mengurangi beban pikiran dan beban pengerjaan skripsi ke depannya.
Tapi.. time is precious. And it is limited!
Saya mulai kalkulasi dan melakukan forecast.
Mencari dan menemukan jurnal yang “klik” dengan hati, serta mencari definisi serta teori variable juga tidak kalah memakan waktu lama. 

Pagi-siang-sore-malam, beberapa hari dan bahkan minggu terlewati, saya terus menerus memutar otak, bertanya pendapat kanan-kiri, dan bergumul “WHAT SHOULD I DO??”

Saking kuatir dan takutnya, beberapa kali saya berdoa “Tuhan.. saya tau bahwa Engkau mampu melihat masa depan. Jika sekiranya saya akan gagal mengerjakan skripsi dalam 1 semester, mungkin adalah lebih baik bagi Engkau mencabut nyawa saya sebelum hari itu tiba. Saya tidak tau akan bagaimana nanti. Saya juga tidak mau mempermalukan Tuhan yang selama ini saya bersaksi bahwa Engkau pribadi yang berada di balik semua kesuksesan saya tiba-tiba harus menanggung “pencemaran” nama baik akibat kegagalan saya…. Namun apabila Engkau berkenan, mohon bantu saya melewati ini semua dengan Engkau sebagai partner utama saya. Karena kalau tidak demikian, saya tidak mau mengerjakan skripsi ini sendirian. Tolong selesaikan pertandingan ini dengan caraMu yang ajaib.”

Saya diingatkan Roh Kudus pada Filipi 4:13 “Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIa yang memberikan kekuatan kepadaku.” I believe that my God is mighty to save. Tuhan tidak akan mempermalukan umatNya.

Melihat kebelakang penyertaan Tuhan yang luar biasa dalam hidup saya, maka nekatlah saya.. dengan iman berkata “Tuhan yang memulai segala sesuatu yang baik dalam saya, akan meneruskan sampai pada akhirnya!!” 

Keputusan jatuh pada penggunaan jurnal dengan metode statistik “baru-bagi saya”.  Welcome to the fighter ring! 

Prinsip saya adalah iman tidak mempersiapkan diri dari hal terburuk. Iman bekerja, Tuhan bertindak, maka hal terbaik yang akan terjadi. 

Saya bukan orang yang memiliki 100% kesempurnaan dalam iman.
Pernyataan iman yang sebutkan di atas, itu tidak cukup hanya dikatakan 1 – 2 kali.
Dalam perjalanan dari awal hingga penyelesaian skripsi, saya seringkali diliputi rasa ragu-ragu, takut, kuatir. Tiap perasaan itu datang, saya merasa malu pada Tuhan.
Namun, saya kembali mengumandangkan pernyataan iman itu keras-keras di dalam hati dan pikiran saya, sehingga menjadi stimulus yang super positif. 

Menjadikan Tuhan partner kerja dalam penyelesaian tugas akhir, merupakan hal yang tidak akan pernah saya sesali. Ia tidak pernah mengecewakan saya. Selalu saja ada caraNya yang ajaib. Setiap kali saya kehilangan ide, sumber data, dll, Tuhan memakai orang-orang dekat saya untuk membantu. Amazing.

Sampai pada saat hari persidangan, saya merasa sangat tenang dan bahkan mungkin terlalu tenang bagi seorang mahasiswa yang akan menghadapi “hidup dan mati.” Saya amat yakin itu semua bukan hanya sekedar karena saya belajar dengan se-optimal mungkin selama proses pengerjaan skripsi, namun terlebih karena kuasa Tuhan bekerja atas saya. 

Banyak sekali orang yang dengan tulus memberikan semangat serta mendoakan keberhasilan saya.
Saya sangat bersykur, karena saya tau bahwa 2-3 orang berkumpul dalam namaNya, Tuhan hadir. Tuhan mendengar. Apalagi ini ada lebih dari 2-3 orang! Sangat besar kuasa doa mereka! 

Disidang oleh dosen-dosen yang ditakuti banyak mahasiswa, tidak membuat saya gentar. Dan mujizat kembali terjadi, dosen-dosen tersebut bahkan sama sekali tidak menakutkan! Suasa sangat nyaman dan fun. Adapun kekuatiran utama saya akan masalah presentasi menggunakan bahasa Inggris teratasi dengan baik (Tuhan yang menciptakan beribu-ribu bahasa, tidak masalah bagiNya menjamah lidah saya untuk dapat berkata-kata dengan salah 1 bahasa yang diciptakanNya).Saya merasa seperti sedang tidak disidang. Saya memperoleh nilai sangat memuaskan. Itu semua karena Tuhan maju berperang untuk saya. Saya yakin, penyertaan Tuhan tidak selesai sampai disitu. Ia akan menyertai dalam karir, masa depan saya

*Note: Saya bersaksi seperti ini, tidak sedikit pun dengan maksud memegahkan/menyombongkan diri (karena memang tidak ada yang bisa disombngkan dalam diri saya) serta menganggap orang lain yang mungkin belum lulus sidang sebagai suatu cercaan. Tuhan punya rencana berbeda-beda atas setiap ciptaanNya dimana tidak ada satu orang pun yang tau. Malaikat pun tidak. Sehingga tiap-tiap orang baiknya tidak diperkenankan membandingkan berkat Tuhan atas dirinya dengan orang lain punya.

-whatever and whoever you are, God will never leave you alone-





Sacrifice is Big Love



Kamis itu adalah hari yang tidak terlupakan. 
Perasaan terharu dan bahagia menyelimuti saya dengan luar biasa. 

Sore itu saya pergi ke Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia di wilayah Jakarta bersama dengan teman baik saya, Febdeline. Tujuan kepergian saya yaitu untuk mencari data penunjang untuk penyelesaian skripsi. Sepulang dari BPS sekitar jam 4 sore, saya berniat untuk mengunjungi saudara di rumah sakit. Berhubung saya tidak terlalu menguasai jalan dan transportasi dari BPS hingga rumah sakit tempat saya berada, mama menelepon dan menegaskan saya untuk menunggu di dekat BPS itu, dan akan dijemput oleh papa untuk bersama-sama ke rumah sakit. 

Repotnya punya anak seperti saya yang sekalipun sudah besar, tapi belum bisa dipercaya untuk menjelajah sendiri. Kekuatiran papa dan mama, saya tanggapi dengan positif. Karena mereka begitu mengasihi saya. Saya berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih bisa diandalkan.

Selama masa penantian papa sekitar 1 jam, Febdeline ada disana untuk saya. Sekalipun saya sudah memintanya untuk pulang duluan, tidak usah ikut menunggu, dia tetap berdiri menemani. 
Actually, saya kuatir jika dia terus menemani, kepulangannya akan semakin sore dan transportasi yang akan dinaikinya akan padat penumpang, belum lagi tenaga juga waktu yang terbuang, serta jalan Jakarta yang semakin sore semakin macet efek jam pulang kantor. 
Namun tidak dapat dipungkiri kenyataannya adalah kehadiran dia membuat saya merasa lebih aman, nyaman, dan senang. 

Betapa terberkatinya saya. Memiliki keluarga, saudara, dan teman yang peduli, penuh kasih, dan rela berkorban untuk saya. Kita bisa menilai seberapa bernilainya diri kita dari seberapa banyaknya orang yang mau berkorban untuk kita. Bukankah kita akan tulus hati mendahulukan kebahagiaan atau kepentingan orang lain apabila kita meyakini bahwa mereka layak untuk mendapatkannya?  
  
More than it all, I have incredible astonishing God. His goodness is unspoken, unfailing, unconditionally. He died and rose from the death to redeem all my sins. He gives His life for me and you even if we are far away from His expectation.  
 He made she, he, you, all are for me. He made me either for you all. 
We sharpen and completing one another as His will. 

Sometimes we as His creation, forget His sacrificed. We spend more time for our business.
Imagine if we already sacrificed our time, energy, money, feel, yet thought for someone,
but someone whom we sacrificed for is ignoring all our sacrifice and prefer to focusing his/her self for themselves.
What do you feel? What if you  sacrifice your life? Think again.

-when someone prefer choose something than you, then you can simply conclude that things are more important than you.-




Saturday, March 22, 2014

- p.s -

I miss you every night, even when I wake up in the morning .
I am sure, you do not know about it .
Of course you do not know because I did not tell you. It's embarrassing.
Before sleep, I listen to the love song while imagining yourself .
I smiled, I cried .
Clutching the pillow as it is your body .
If it real, then it must be the moment where I wanted to lay off time.
I want to enjoy happiness with you much longer.
There will be no "enough" time to create wonderful day with you. 
When we look at one another, chuckling, sharing, like world is a small heaven.
However, I knew that for you I am not the best .
I am extremely disappointed knew it, but there is nothing else I can do,
I'm still loving you the best I can.
When you hear me say "I love you" "I miss you" then at that time I was really weak to withstand this feeling.
When I know you will go, I felt lost and afraid can't see you as much as today.
All the memories about you I keep it in my special piece of heart.
Because you are special to me more than you ever known.
Yes, you are .
When will I see you again? 

Friday, January 10, 2014

lose one lesson you own another



Pada saat itu saya terlambat mendaftar untuk mengikuti satu materi kuliah yang menurut hampir semua dosen dan mahasiswa sayang untuk dilewatkan. Table manner. Pelajaran mengenai bagaimana beretika di forum resmi, salah satunya pada jamuan makan oleh partner kerja. 

Saya pun menganggap itu sayang untuk dilewatkan, akan tetapi siapa yang tahu jika dengan melewatkan materi etika tersebut saya malah mendapat pelajaran berharga lainnya? 

Bagaimana saya bisa terlambat mendaftar?
Jelas karena saya kurang memperhatikan jadwal pendaftaran yang dipublikasikan pihak kampus.
Tidak ada teman yang mengingatkan? Atau sekedar memberitahu?
Sekalipun saya pernah meminta mereka untuk sharing informasi pendaftaran dan mengajak saya saat akan mendaftar, unfortunately not.
(terdengar seperti saya kurang pergaulan ya? haha.. mungkin tidak juga.. saya meyakini bahwa memang pasti ada saatnya seseorang diijinkan Tuhan mendapatkan perkara).

Flashback kejadian.

Jumat itu, diakhir sesi pertemuan, dosen bertanya pada mahasiswa sekelas “kalian sudah daftar table manner?” “sudah!” “ok, sampai ketemu nanti disana”
Ooops.. I miss something!
Teman saya dengan indahnya berkata “aku kira kamu uda tau dan uda daftar, Nes”
Segitu repotnya kah basa-basi menunjukan kepedulian?
Whatsapp dan LINE saya on setiap hari! Jadi semestinya mereka tidak perlu biaya sms lagi kan.. hahaha

Seusai pelajaran, saya bertanya pada bagian perkuliahan tentang bagaimana cara saya (yang sudah terlambat daftar selama seminggu dari batas waktu pendaftaran) untuk dipersilahkan mengikuti kegiatan itu. Jawabannya? tidak ada cara.
Kemudian saya disarankan bertanya kepada ketua jurusan manajemen (sekalipun katanya tidak mungkin diberi special treatment—pasalnya, peraturan kampus sangat ketat dan disiplin).   

Actually, hati saya waktu itu sangat kacau seperti lagu balonku ada 5 yang balon hijaunya meletus. Kenapa? Karena beberapa teman mengatakan jika saya melewatkan kegiatan itu, saya tidak diperkenankan mengikuti ujian akhir semester, nilai D setidaknya sudah mengintip di kertas KHS, dan automatically beasiswa saya dibumi-hanguskan. Geez..

Sebelum saya menghadap kepada ketua jurusan manajemen, saya berdoa dengan sungguh “Tuhan mohon bantu saya. Engkau yang memulai segala sesuatu yang baik pada hidup saya, pasti akan meneruskannya sampai akhir. Amin”

Konyol kah saya berdoa seperti itu? Saya yang lalai, Tuhan yang perlu bertanggung jawab? haha..
Terkadang pikiran degil saya meyakini bahwa saya tidak mungkin lupa kalau Tuhan tidak mengijinkan otak saya untuk lupa. Bukankah ada kalanya pikiran kita tidak bisa dikendalikan sekehendak hati kita?
Terima kasih karena Tuhan tidak murka pada pemikiran saya tersebut.

Setelah berdoa, saya memasuki ruangan ketua jurusan dan mulai membicarakan duduk persoalannya.
“kenapa bisa telat daftar?”
“saya akui itu kesalahan saya pak.. saya jarang memperhatikan pengumuman di kampus”
“kenapa begitu?”
“karena saya biasa langsung ke bawah jalan pulang tanpa mampir liat papan pengumuman.”
“waktu daftar, ga ada temen yang kasih tau kamu?”
“ga ada pak.”

Singkat cerita, saya tetap tidak diperkenankan mengikuti kegiatan itu, namun saya mendapat fakta yang mendamaikan batin.. tidak ikut table manner tidak akan mengganggu UAS, itu hanya berdampak pada absensi. See?! Penguatan kembali bahwa Tuhan akan melanjutkan karyaNya melalui saya sampai akhir.

Dengan melewatkan satu momen, saya mendapatkan pelajaran lebih dari satu.
Pertama, jangan terlalu mengandalkan orang lain.
Kedua, jangan menyalahkan orang lain, karena kita memang diciptakan untuk bertanggung jawab pada diri sendiri
Ketiga, tetap lah beriman
Keempat, masalah tetaplah masalah jika kita hanya memikirkan dan membicarakannya terus tanpa mengambil tindakan (bayangkan apabila saya tidak memberanikan diri menghadap langsung ketua jurusan, mungkin berhari-hari saya bisa stress memikirkan hal terburuk yang akan terjadi pada KHS saya)
Kelima, jangan mengatakan diri bijaksana apabila kita hanya mendengar cerita dari satu pihak (ketua jurusan sempat mengatakan rasa senangnya karena saya bertanya langsung pada beliau, karena selama ini seringkali mahasiswa mendengarkan dan “termakan” dengan rumor yang disebarkan oleh beberapa orang yang gagal pada mata kuliah EPD, yang menyatakan bahwa ketidaklulusan dikarenakan tidak mengikuti table manner). 


 

- lessons is like an air, it flows fill the earth, in every single pathway - 

Saturday, July 20, 2013

live is fleeting



Rasanya belum lama terakhir kali saya bermain bulutangkis dengan papa saya..
Malam itu kami kembali bermain hingga puas..
Pukulan nya sudah tidak sekencang dulu, fisiknya mulai melemah..
Dulu kami bisa main sampai 6 set non-stop, kali ini beliau hanya kuat 3-4 set saja, dan itu pun sudah setengah mati rasanya.
Saat itu saya baru benar-benar menyadari bahwa my father is not young anymore. 

Adapun mama saya lututnya mulai sakit, diagnosa dokter mengatakan tempurung lutut nya sudah mulai “aus”, dimana hal tersebut wajar dialami orang yang mulai tua – sejenis osteoporosis. Ingin bangun dari duduk, melakukan gerakan yang berhubungan dengan gerakan otot harus dilakukan dengan pelan-pelan, terkadang untuk mengangkat barang berat pun meminta tolong saya untuk mengangkatnya. 

Saya teringat dulu saya pernah memiliki anak anjing yang sangat lucu, kami sekeluarga begitu senang dengan kehadirannya, kami sangat menyanyangi dia.
Namun kami tahu bahwa suatu saat anak anjing itu tidak akan menjadi milik kami lagi..
dia akan diberikan kepada orang lain.
Begitu sedih membayangkan dirinya kelak tidak lagi menjadi bagian di rumah kami.
Hari demi hari saya lewati bersama dia dengan semaksimal mungkin.
Bangun tidur, sebelum-setelah makan, sebelum-setelah mandi, berangkat-pulang kuliah, bahkan ditengah-tengah kesibukan saya belajar pun, saya pasti menyempatkan diri memeluk dia dan bermain-main dengannya.
I really don’t wanna miss a thing.

Cerita di atas akan berlaku juga untuk saya menjalani kehidupan ini dengan teman, saudara, dan terlebih keluarga saya.
Semua orang akan meninggal sekalipun tidak tahu kapan.
Time goes so fast, and people will never be ready to say goodbye with smiling on their face.

Umur  papa saya sudah 53th, mama 47th
Sering kan anda mendengar orang berumur 50 tahun sudah banyak yang meninggal, 55, 60?
Jika menggunakan umur rata-rata kematian selama ini, bukankah umur orang tua saya sudah tidak lama lagi?
Bagaimana dengan orang tua anda??

Bukan nya saya mengharapkan kematian cepat bagi orang tua saya, saya hanya berpikir pakai logika dasar.
Saya sungguh tidak mengharapkan kematian cepat menghampiri mereka.
Doa saya selama ini adalah supaya Tuhan berkenan memberikan mereka umur yang panjang dan memberikan saya kesempatan membawa mereka keliling dunia.
Tidak menutup kemungkinan yang muda mati lebih cepat dari yang tua kan?
Jadi, sama sekali tidak ada salahnya menjalani kehidupan seakan tidak banyak waktu lagi yang tersisa.

Pada umumnya ketika saya mendatangi tempat perkabungan, orang-orang yang ditinggalkan menangis tersedu-sedu, bukan hanya karena mereka tahu tidak akan dapat bertemu kekasih nya lagi sampai kematian menghampiri mereka juga, akan tetapi juga karena perasaan menyesal yang begitu dalam.

Menyesal dulu tidak memperlakukan sang kekasih dengan baik, menyesal dulu tidak menyediakan waktu cukup banyak untuk sekedar mendengar atau berbagi waktu dengan mereka, sampai pada tahap menyesal yang paling ekstrem “saya belum sempat berkata maaf kepadanya dan bahwa saya benar-benar mencintai dia…” 

Seperti kisah seorang ibu yang pada saat anaknya masih hidup, ia membelikan boneka yang bagus, namun tidak diperkenankan anaknya bermain dengan boneka yang dibeli nya itu karena alasan
“sayang boneka nya masih baru.. ini disimpen dulu ya.. takut rusak.. nanti aja mainnya kalau kamu uda lebih besar..”
Dan waktu yang dirancangkannya itu tidak pernah datang..
Berpuluh-puluh tahun sudah kepergian anaknya itu, ibu tersebut masih tidak pernah bisa melupakan penyesalannya dulu tidak meng-iya-kan permintaan anak terkasihnya untuk memainkan boneka tersebut.   

Begitu pula dengan kisah orang-orang yang membawakan makanan lezat dan mimuman anggur ke tempat perkuburan kekasihnya, yang padahal pada masa hidup orang itu tidak diberikan hal-hal demikian.
Yang dilakukan sudah terlambat, semua sia-sia.
Orang mati tidak lagi menikmati santapan duniawi. 

Hal ini menyadarkan saya untuk mau memulai melakukan yang terbaik, menghargai dengan sangat waktu yang ada, dan menjalankan tindakan-tindakan preventif menghindari penyesalan berlebih yang semestinya bisa diminimalisir. 

Tindakan-tindakan preventif apa yang saya maksud?
saya bisa mulai memberanikan diri untuk mengatakan maaf dan terima kasih kepada orang tua saya secara langsung, dimana biasanya orang-orang muda merasa gengsi / bahkan tidak perlu untuk menyatakan itu pada orang tua nya. 
Mengatakan itu dari lubuk hati terdalam sangat tidak mudah, lidah anda tiba-tiba akan benar-benar merasa kaku dan beku..
untuk mengeluarkan suara saja seperti bayi yang sedang belajar bicara.

Setiap turun dari bus luar kota yang mengantarkan saya dari Jakarta menuju Serang dan sebaliknya, saya senang mengatakan “terima kasih, pak!” sekalipun 1 banding 30 mungkin yang beterima kasih kepada pengendara tersebut.
Mengapa saya perlu berterima kasih padanya?
Karena supir tersebut sudah mengantarkan saya ke tempat tujuan dengan selamat..
Bayangkan jika ia hanya sembarang mengendarai, mungkin saya sudah mati dan tidak bisa menulis blog ini lagi.. hahaha

Dari hal tersebut sebenarnya bisa saja mewakili keadaan real manusia berinteraksi dengan sesamanya selama ini..
1 : 30
1 dari 30 orang enggan mengatakan terima kasih. Why?
Karena mereka menganggap “ya itu sudah seharusnya mereka berlaku begitu!”
artinya:
(1) yah kita uda bayar, emang uda seharusnya si supir nganterin kita dengan selamat!
(2) yah orang tua protect kita, mencukupi kebutuhan kita, emang uda seharusnya mereka begitu!
-- coba renungkan, seberapa banyak orang tua yang meng-aborsi anaknya? menjual anak nya? -- 

Perbandingan skala untuk kasus 2 mungkin lebih besar dari kasus 1. 

Seberapa mudah bagi kita untuk mengucapkan “sorry” ke orang tua?
Semudah kita mengucapkannya pada teman / atasan kita kah?

Anda mencari waktu yang tepat untuk mengatakan itu semua?
hm.. I’m afraid u will not have enough time to find the right one. 

Jika masih ragu untuk mulai melakukannya, bagaimana bila anda berpikir seperti ini:


“Apabila kekasih saya meninggal terlebih dahulu, at least saya tidak akan menyesal karena sudah mengeluarkan isi hati saya kepada mereka.. mereka akan membawa kejujuran saya ke alam kematian sana.”

“Apabila saya yang meninggal terlebih dahulu, saya juga tidak akan menyesal karena sudah membiarkan kekasih saya mengetahui bagaimana perasaan saya selama ini ke mereka.. dan mereka yang ditinggalkan setidaknya memiliki kenangan baik tentang saya.”

Beres kan..?! 


- in this earth you always have the chances more than once, but you will not have it again in the world of the dead -




 


Friday, July 19, 2013

who we are?



Sudah ada lebih dari 3 kali saya dituduh sebagai pelaku “ke-iseng-an” menyembunyikan handphone dan sejenisnya milik teman saya, yang padahal kehilangan "temporer" tersebut akibat kelalaian mereka sendiri yang menempatkan barang-barang itu di tempat yang kurang aman.
Puji Tuhan nya yang dikatakan hilang ditemukan di tas maupun tempat duduk mereka sendiri dan oleh mereka sendiri, bukan oleh saya.. jadi saya terbebas dari tuduhan menyebalkan.

Apa alasan mereka menuduh saya yang mengambil?
(1) Saya orang yang posisinya berada paling dekat dengan mereka,
(2) Wajah saya dinilai terlalu sumringah ketika mereka bersaksi kehilangan barang nya
(dimana umumnya orang akan memasang muka turut kuatir, sementara saya tidak demikian)

Untuk alasan yang pertama, saya masih menganggap itu adalah hal yang wajar, tapi untuk alasan kedua? Itu tidak wajar meskipun sesekali saya menyetujuinya.. haha

Banyak ajaran yang mengatakan bahwa menangislah saat teman mu menangis, dan tertawalah bersama mereka ketika mereka bahagia. Itu lah bagaimana cara anda bersimpati / bahkan berempati terhadap sesama. 

Well, pada kenyataan nya, saya tidak selalu se-prinsip dengan pernyataan tersebut.. sekalipun terkadang saya juga mengalami kuatir berlebihan kepada orang yang saya kasihi. 

Saya akan berusaha untuk tetap tenang dan terkendali, sehingga saya tidak ikut terjerumus dalam kesedihan, ketakutan, kekecewaan yang di sharing kan orang lain. Saya takut akan menjadi lemah sama seperti mereka. Ketika saya lemah, maka tidak ada lagi kekuatan pada diri saya untuk membantu orang lain bangkit dari rasa intimidasinya. Itu lah alasan saya untuk masih tersenyum / bahkan tertawa di saat orang lain merasakan hal tidak menyenangkan. Agak aneh memang.. tapi itu lah saya.
 
Ada kala nya orang menilai bahwa seorang yang senantiasa happy adalah orang yang tidak serius dan sulit diandalkan. Hm who knows?

Kelebihan charming person adalah mereka bisa mengendalikan diri untuk tidak terpuruk dalam jangka panjang seperti yang dibiasakan orang pada umumnya. Tetapi charming person bukan terlahir dari sana nya.. kepribadian itu bermula dari pembelajaran akan pengalaman hidup. 

Menjaga diri untuk tetap terlihat baik-baik saja bukan hal yang mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. Itu butuh effort lebih ketimbang anda mempersilahkan orang lain melihat diri anda dalam posisi menyedihkan. 

Apakah bersikap “everything is okay (nothing’s okay actually)” adalah munafik?
could be.
Hanya saja saya lebih suka menggunakan bahasa positif ketimbang negatif.
Sebut saja munafik disini sebagai strong-hearted man..
itu jauh lebih enak didengar dan terkesan elegan.

Salah satu prinsip saya, yang sampai saat ini masih learning by doing:
“do not show the world how broken you are, just keep on laughing! Because that is a great way to tell ‘em that world is not as bad as they thought” 

Ketika prinsip itu diaplikasikan ke kehidupan nyata, mungkin itu terasa seperti anda sedang menggunakan sebuah topeng bergambarkan orang tertawa. Sekalipun seperti sedang menyangkal perasaan sebenarnya, saya dan beberapa orang di luar sana cukup ikhlas melakukannya. Mengapa? Karena setidaknya kami bisa menunjukan kepada dunia bahwa kami tidak cukup rapuh untuk dibinasakan oleh  duka. 

Selain daripada itu, saya kira orang-orang seperti kami ini adalah tipe orang yang cukup sensitif, dan emosional. Biasanya tidak suka dan merasa tidak nyaman apabila mendapat respon “iba” dari orang lain. Di saat orang lain memancarkan pandangan kasihan (yah anggap lah mereka benar-benar bersimpati), saya dan kaum strong-harted man bisa merasa seperti seorang yang payah betul. lucu ya.. haha..

tapi yang namanya manusia tetap saja tidak mungkin tahan terus-terusan berada di zona kesendirian nya.. pasti akan men-sharing kan masalahnya, sekalipun mungkin tidak detail.
Salah satu teman baik saya pernah berkata seperti ini:
“orang sering bilang aku kuat. But the worst thing of being strong is no one ask "how's your day?” and sometimes it makes me feel lonely."

Begini saudara-saudara, anda harus percaya bahwa selalu akan ada orang diluar sana yang mengerti kepedihan anda sekalipun anda menunjukan senyum lebar kepada mereka.
Mereka mengerti diri anda sampai sejauh itu bukan karena talenta menilai orang sejak kecil, melainkan karena mereka dekat dan memperhatikan anda lebih seksama dari orang lain. 

Apabila anda masih bertanya-tanya kenapa tidak terus bertanya keadaan anda padahal mereka tahu anda sedang terluka? satu-satu nya alasan mengapa orang-orang tersebut bertindak demikian adalah karena mereka ingin mempercayai anda. Ingin percaya bahwa anda "benar-benar baik-baik saja." Mereka adalah wujud dari kasih yang nyata (yeha!).

Setelah 21 tahun lebih menjalani kehidupan ini, saya sadar bahwa sesungguhnya saya tidak pernah kekurangan kasih yang nyata tersebut. Meskipun ada pertemuan dan perpisahan dengan beberapa teman baik saya (baik manusia maupun hewan peliharaan), akan selalu ada masanya pertemuan dengan teman baru yang sama menyenangkannya dengan teman lama, sekalipun teman lama tidak tergantikan keberadaan nya (hanya tergantikan kehadirannya.. haha).

Namun diluar berkat itu semua, sadarkah bahwa anda terlahir untuk menanggung kehidupan sendiri?
No one could incarnate to be you, so you alone fight and stand in your place.
you are the only captain of your boat. 

Tidak ada seorang pun yang bisa menjelma menjadi diri kita. Kita harus mempertanggung jawabkan segala tentang kita dihadapan Tuhan sendiri. Bahkan Tuhan yang Maha Kuasa tidak menjelma menjadi pribadi kita dulu baru disalibkan. Dia tetap Dia, dan kita tetap kita. Dia menebus dosa manusia melalui diriNya sendiri. Juga tidak pernah kan anda menemukan asurasi jiwa yang mampu menggantikan jiwa anda dengan yang baru? Perusahaan asuransi tersebut hanya bisa mengganti nyawa anda dalam bentuk uang. 

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kita harus mempunyai prinsip-prinsip kehidupan sendiri, supaya kita bisa menjadi diri sendiri, pribadi yang berbeda. Keluarga hanya lah penopang,  teman hanya lah pendukung, dan orang lain hanya lah pemicu, Tuhan melakukan ke-3 peranan tersebut. Namun yang benar-benar menjadi pelaku utama adalah kita sendiri. So, we must be tough.

a fragile-hearted man is a man who can't be moved from their pain, can't fight the intimidation, trapped in a smoky haze, too afraid to step out of from comfort zone, and surrender to be killed slowly by the time