Tuesday, April 14, 2015

Time



Malam itu kami sekeluarga terlambat mengikuti kebaktian di gereja. 
Saya yang sudah siap, jika harus berangkat ke gereja, harus menunggu anggota keluarga lain yang belum siap. Begitu pun sebaliknya. 

Seperti biasa, jika datang terlambat, akses menuju tempat duduk akan ditutup saat doa ibadah berlangsung, dan baru dibuka kembali saat khotbah akan dimulai. Saat berdiri di luar garis pembatas, saya tiba-tiba berpikir bahwa “alangkah menyedihkannya apabila manusia terlambat mendapatkan keselamatan dari Allah dan hanya berdiri diluar dengan siksaan abadi sembari melihat yang lain berada di kehidupan kekal penuh sukacita menikmati KerajaanNya!”

Sama dengan seorang kaya yang disiksa sedemikian dahsyatnya di neraka dan hanya bisa memperhatikan kenyamanan Lazarus di Surga dari jauh tanpa pernah bisa menyebrangi jurang maut yang memisahkan antara Surga dan neraka.

Alangkah disayangkannya apabila seseorang sudah tidak punya waktu lagi untuk bertobat dan memberi diri menjadi kepunyaanNya. Bahkan dalam sebuah khotbah pernah dikatakan bahwa Panggilan TUHAN Memiliki Batas Waktu! 

Seperti hal nya pada waktu keluarga saya terlambat datang ke gereja dan tidak bisa langsung duduk bersama-sama dengan umat lainnya karena terlambat akibat MENUNGGU anggota keluarga satu sama lain, jangan sampai kita terlambat menyerahkan diri pada Tuhan dan berakhir pada maut dikarenakan kita MENUNGGU sampai semua kondisi baik dulu. Menunggu sampai diri merasa siap untuk memikul salib, menunggu sampai diri lebih baik, menunggu sampai merasa diri lebih layak.

Sungguh naas apabila kita yang sudah hidup dalam dunia yang penuh penderitaan ini, masih harus terus menanggungnya sampai ke dunia akherat.

Time will never ever wait you until you ready enough, but you are always have a chance to renew your life before your time is up.

Tuesday, December 2, 2014

Snoopy



I love my little dog names Snoopy. 

She has a cute naughty face. Every time she sees me and hears my voice, she will come and begging me to play. She never gives up to reaching me. She walks follow me. 

When the rain falls down, I remember her. “She must be cold and afraid with the thunder.” Then I get up from my bed and move her to a comfort place. 

When I’m hungry, I remember her. “My Snoopy must be hungrier. She eats only twice a day, I eat three times or more a day.” Then I started to feed her first. 

Actually I have six dogs. Snoopy is the smallest and the most lovable. 
I think the five dogs must be thanks to Snoopy because I put myself second after them because I have a mercy on Snoopy. Haha. 

From two simple things, I got a lesson. 

If I do good things, if I do something right, always listen, follow, and loyal just like my little Snoopy, God may have a mercy on me. 

It must be very amazing if people I love will be blessed because of God has a mercy on me. Isn’t it?

If God is by our side, how bad we can be?



I can remember that my family had what people call “prosperity.” 

When I was in kindergarten, I studied at the executive school, the best school at my place that time.
My parents bought me unique toys, awesome book of story tale, which were expensive and only few people whom can have it.  We went to anywhere we want almost every one or two weeks. We had money, we had happiness, we had families, we were had respects.

After few years gone, we moved to another city. My dad and mom started open our own business. Like a ship sailing on the ocean, we met waves, storm, and rocks. We crushed, we lost, and we done with our sailing. 

Moved again to another city like sailors that roaming the islands. We passed the days, weeks, months, and years between dead and live. My dad worked with small sum of salary. The salary was far left behind from the cost of living, the expenses instead! What a miracle we can still live till today! 

We could clearly saw whom and how disgusting some people attitude toward us. How they disrespect us as a human who can feel. I swear I want to put “shit” phrase to express my angered on them. They even not deserved to be called as a family. 

We lost much money. Prosperity was not ours anymore. We lost pride. We lost respect. We lost our self-control. We lost peace. 
That’s why I’m always saying it is bullshit when people say “money can’t buy you happiness.”
Bring me the money, and I can show you, how powerful money is.
Money is one of God’s tools to make this world a better place if we know how to use it wisely, I think.

My core family still forgive (not forgot) those shit people, still deserve, still treat them as a family. We silence but we feel. 

We want to move away and not found. We don’t want to be disturbed. We hurt enough. We miss the fresh air. Hopelessly, we all live in the world full of people those one killing us. 

Those people will never understand how to be us. How to pass the days with fears, worries, scars, mess up, and tears. We don’t fight at the same battlefield anyway. 

Now we have a new life. We have not yet finished our struggle. As sailors, we follow the wind blow. No one can guarantee we will relief from burdens. But we believe that God won’t let us through it all alone. 

God knows exactly how to make us smile in troublesome. He makes us strong in weakness. He makes us complete in incomplete. 

Slow but sure, God leads us to better life. He uses each of us brilliant. We neither use rough words nor rude attitude to slap S people’s brain to make them good guy. We obviously see God revenges our grief to anyone whom tearing us apart.

If God is by our side, how bad we can be?










Thursday, September 4, 2014

Win with God



Dari sekian banyak hal yang saya suka lakukan, bersaksi merupakan salah satu favorit saya. 

Awal perkuliahan semester 8 (semester akhir saya dimana hanya tersisa mata kuliah skripsi) merupakan awal yang menegangkan, menggairahkan, sekaligus menakutkan. 

Teman-teman baik saya rata-rata sudah selangkah lebih maju, yaitu mereka mengambil mata kuliah skripsi di semester 7. Dari sekian banyak teman baik saya, beberapa yang memiliki indeks prestasi mengaggumkan memerlukan tambahan waktu dalam pengerjaan skripsi, yang disebut “extention” dan menyelesaikan skripsi dengan nilai memusakan pada awal semester 8.
 Mereka selesai, saya baru mulai.

Saat saya mulai melangkah memasuki zona “perang antara hidup atau mati – lulus atau tidak”, saya asik menggumulkan hal-hal terkait tugas akhir perkuliahan tersebut.

Logika sederhana saya berpikir:

# A, B, C, D semua teman baik saya dengan indeks prestasi tinggi (yang berarti cerdas) saja memerlukan waktu pengerjaan tambahan pada skripsinya menjadi 1 semester lebih; bagaimana dengan saya yang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa ini?? (menyedihkannya membandingkan diri dengan orang lain adalah hal buruk yang masih belum sepenuhnya dapat saya lepaskan)# 

#Jurnal saya menggunakan metode statistik yang tidak dipelajari selama perkuliahan, yaitu SEM, dan saya tidak punya basic pengetahuan tentang itu sebelumnya;
90 dari 100% orang yang saya temui dan tahu tentang program itu, mereka berkata bahwa metode statistik itu rumit dan butuh waktu yang cukup lama untuk mempelajarinya.. ditambah embel-embel “sangat sulit bagi kamu lulus dalam 1 semester jika tetap menggunakan SEM-LISREL” # 

Apabila saya tidak lulus dalam 1 semester, tentulah saya tahu dengan sangat jelas konsekuensi yang saya terima:
*ucapkan selamat tinggal pada beasiswa (dignity saya cukup tergantung pada eksistensinya)
*termenung melihat rekan-rekan seperjuangan di wisuda sementara saya masih berjuang dengan kuliah
*saya mempermalukan Tuhan, orang tua, terlebih diri saya sendiri
*membuang waktu, tenaga, uang, dan kesempatan 

Bagimana jika anda menjadi saya?
Berusaha mencari jurnal lain dengan metode statistik yang sudah cukup anda kuasai? Masuk akal..
hal itu bisa membantu dalam mengurangi beban pikiran dan beban pengerjaan skripsi ke depannya.
Tapi.. time is precious. And it is limited!
Saya mulai kalkulasi dan melakukan forecast.
Mencari dan menemukan jurnal yang “klik” dengan hati, serta mencari definisi serta teori variable juga tidak kalah memakan waktu lama. 

Pagi-siang-sore-malam, beberapa hari dan bahkan minggu terlewati, saya terus menerus memutar otak, bertanya pendapat kanan-kiri, dan bergumul “WHAT SHOULD I DO??”

Saking kuatir dan takutnya, beberapa kali saya berdoa “Tuhan.. saya tau bahwa Engkau mampu melihat masa depan. Jika sekiranya saya akan gagal mengerjakan skripsi dalam 1 semester, mungkin adalah lebih baik bagi Engkau mencabut nyawa saya sebelum hari itu tiba. Saya tidak tau akan bagaimana nanti. Saya juga tidak mau mempermalukan Tuhan yang selama ini saya bersaksi bahwa Engkau pribadi yang berada di balik semua kesuksesan saya tiba-tiba harus menanggung “pencemaran” nama baik akibat kegagalan saya…. Namun apabila Engkau berkenan, mohon bantu saya melewati ini semua dengan Engkau sebagai partner utama saya. Karena kalau tidak demikian, saya tidak mau mengerjakan skripsi ini sendirian. Tolong selesaikan pertandingan ini dengan caraMu yang ajaib.”

Saya diingatkan Roh Kudus pada Filipi 4:13 “Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIa yang memberikan kekuatan kepadaku.” I believe that my God is mighty to save. Tuhan tidak akan mempermalukan umatNya.

Melihat kebelakang penyertaan Tuhan yang luar biasa dalam hidup saya, maka nekatlah saya.. dengan iman berkata “Tuhan yang memulai segala sesuatu yang baik dalam saya, akan meneruskan sampai pada akhirnya!!” 

Keputusan jatuh pada penggunaan jurnal dengan metode statistik “baru-bagi saya”.  Welcome to the fighter ring! 

Prinsip saya adalah iman tidak mempersiapkan diri dari hal terburuk. Iman bekerja, Tuhan bertindak, maka hal terbaik yang akan terjadi. 

Saya bukan orang yang memiliki 100% kesempurnaan dalam iman.
Pernyataan iman yang sebutkan di atas, itu tidak cukup hanya dikatakan 1 – 2 kali.
Dalam perjalanan dari awal hingga penyelesaian skripsi, saya seringkali diliputi rasa ragu-ragu, takut, kuatir. Tiap perasaan itu datang, saya merasa malu pada Tuhan.
Namun, saya kembali mengumandangkan pernyataan iman itu keras-keras di dalam hati dan pikiran saya, sehingga menjadi stimulus yang super positif. 

Menjadikan Tuhan partner kerja dalam penyelesaian tugas akhir, merupakan hal yang tidak akan pernah saya sesali. Ia tidak pernah mengecewakan saya. Selalu saja ada caraNya yang ajaib. Setiap kali saya kehilangan ide, sumber data, dll, Tuhan memakai orang-orang dekat saya untuk membantu. Amazing.

Sampai pada saat hari persidangan, saya merasa sangat tenang dan bahkan mungkin terlalu tenang bagi seorang mahasiswa yang akan menghadapi “hidup dan mati.” Saya amat yakin itu semua bukan hanya sekedar karena saya belajar dengan se-optimal mungkin selama proses pengerjaan skripsi, namun terlebih karena kuasa Tuhan bekerja atas saya. 

Banyak sekali orang yang dengan tulus memberikan semangat serta mendoakan keberhasilan saya.
Saya sangat bersykur, karena saya tau bahwa 2-3 orang berkumpul dalam namaNya, Tuhan hadir. Tuhan mendengar. Apalagi ini ada lebih dari 2-3 orang! Sangat besar kuasa doa mereka! 

Disidang oleh dosen-dosen yang ditakuti banyak mahasiswa, tidak membuat saya gentar. Dan mujizat kembali terjadi, dosen-dosen tersebut bahkan sama sekali tidak menakutkan! Suasa sangat nyaman dan fun. Adapun kekuatiran utama saya akan masalah presentasi menggunakan bahasa Inggris teratasi dengan baik (Tuhan yang menciptakan beribu-ribu bahasa, tidak masalah bagiNya menjamah lidah saya untuk dapat berkata-kata dengan salah 1 bahasa yang diciptakanNya).Saya merasa seperti sedang tidak disidang. Saya memperoleh nilai sangat memuaskan. Itu semua karena Tuhan maju berperang untuk saya. Saya yakin, penyertaan Tuhan tidak selesai sampai disitu. Ia akan menyertai dalam karir, masa depan saya

*Note: Saya bersaksi seperti ini, tidak sedikit pun dengan maksud memegahkan/menyombongkan diri (karena memang tidak ada yang bisa disombngkan dalam diri saya) serta menganggap orang lain yang mungkin belum lulus sidang sebagai suatu cercaan. Tuhan punya rencana berbeda-beda atas setiap ciptaanNya dimana tidak ada satu orang pun yang tau. Malaikat pun tidak. Sehingga tiap-tiap orang baiknya tidak diperkenankan membandingkan berkat Tuhan atas dirinya dengan orang lain punya.

-whatever and whoever you are, God will never leave you alone-





Sacrifice is Big Love



Kamis itu adalah hari yang tidak terlupakan. 
Perasaan terharu dan bahagia menyelimuti saya dengan luar biasa. 

Sore itu saya pergi ke Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia di wilayah Jakarta bersama dengan teman baik saya, Febdeline. Tujuan kepergian saya yaitu untuk mencari data penunjang untuk penyelesaian skripsi. Sepulang dari BPS sekitar jam 4 sore, saya berniat untuk mengunjungi saudara di rumah sakit. Berhubung saya tidak terlalu menguasai jalan dan transportasi dari BPS hingga rumah sakit tempat saya berada, mama menelepon dan menegaskan saya untuk menunggu di dekat BPS itu, dan akan dijemput oleh papa untuk bersama-sama ke rumah sakit. 

Repotnya punya anak seperti saya yang sekalipun sudah besar, tapi belum bisa dipercaya untuk menjelajah sendiri. Kekuatiran papa dan mama, saya tanggapi dengan positif. Karena mereka begitu mengasihi saya. Saya berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih bisa diandalkan.

Selama masa penantian papa sekitar 1 jam, Febdeline ada disana untuk saya. Sekalipun saya sudah memintanya untuk pulang duluan, tidak usah ikut menunggu, dia tetap berdiri menemani. 
Actually, saya kuatir jika dia terus menemani, kepulangannya akan semakin sore dan transportasi yang akan dinaikinya akan padat penumpang, belum lagi tenaga juga waktu yang terbuang, serta jalan Jakarta yang semakin sore semakin macet efek jam pulang kantor. 
Namun tidak dapat dipungkiri kenyataannya adalah kehadiran dia membuat saya merasa lebih aman, nyaman, dan senang. 

Betapa terberkatinya saya. Memiliki keluarga, saudara, dan teman yang peduli, penuh kasih, dan rela berkorban untuk saya. Kita bisa menilai seberapa bernilainya diri kita dari seberapa banyaknya orang yang mau berkorban untuk kita. Bukankah kita akan tulus hati mendahulukan kebahagiaan atau kepentingan orang lain apabila kita meyakini bahwa mereka layak untuk mendapatkannya?  
  
More than it all, I have incredible astonishing God. His goodness is unspoken, unfailing, unconditionally. He died and rose from the death to redeem all my sins. He gives His life for me and you even if we are far away from His expectation.  
 He made she, he, you, all are for me. He made me either for you all. 
We sharpen and completing one another as His will. 

Sometimes we as His creation, forget His sacrificed. We spend more time for our business.
Imagine if we already sacrificed our time, energy, money, feel, yet thought for someone,
but someone whom we sacrificed for is ignoring all our sacrifice and prefer to focusing his/her self for themselves.
What do you feel? What if you  sacrifice your life? Think again.

-when someone prefer choose something than you, then you can simply conclude that things are more important than you.-




Saturday, March 22, 2014

- p.s -

I miss you every night, even when I wake up in the morning .
I am sure, you do not know about it .
Of course you do not know because I did not tell you. It's embarrassing.
Before sleep, I listen to the love song while imagining yourself .
I smiled, I cried .
Clutching the pillow as it is your body .
If it real, then it must be the moment where I wanted to lay off time.
I want to enjoy happiness with you much longer.
There will be no "enough" time to create wonderful day with you. 
When we look at one another, chuckling, sharing, like world is a small heaven.
However, I knew that for you I am not the best .
I am extremely disappointed knew it, but there is nothing else I can do,
I'm still loving you the best I can.
When you hear me say "I love you" "I miss you" then at that time I was really weak to withstand this feeling.
When I know you will go, I felt lost and afraid can't see you as much as today.
All the memories about you I keep it in my special piece of heart.
Because you are special to me more than you ever known.
Yes, you are .
When will I see you again? 

Friday, January 10, 2014

lose one lesson you own another



Pada saat itu saya terlambat mendaftar untuk mengikuti satu materi kuliah yang menurut hampir semua dosen dan mahasiswa sayang untuk dilewatkan. Table manner. Pelajaran mengenai bagaimana beretika di forum resmi, salah satunya pada jamuan makan oleh partner kerja. 

Saya pun menganggap itu sayang untuk dilewatkan, akan tetapi siapa yang tahu jika dengan melewatkan materi etika tersebut saya malah mendapat pelajaran berharga lainnya? 

Bagaimana saya bisa terlambat mendaftar?
Jelas karena saya kurang memperhatikan jadwal pendaftaran yang dipublikasikan pihak kampus.
Tidak ada teman yang mengingatkan? Atau sekedar memberitahu?
Sekalipun saya pernah meminta mereka untuk sharing informasi pendaftaran dan mengajak saya saat akan mendaftar, unfortunately not.
(terdengar seperti saya kurang pergaulan ya? haha.. mungkin tidak juga.. saya meyakini bahwa memang pasti ada saatnya seseorang diijinkan Tuhan mendapatkan perkara).

Flashback kejadian.

Jumat itu, diakhir sesi pertemuan, dosen bertanya pada mahasiswa sekelas “kalian sudah daftar table manner?” “sudah!” “ok, sampai ketemu nanti disana”
Ooops.. I miss something!
Teman saya dengan indahnya berkata “aku kira kamu uda tau dan uda daftar, Nes”
Segitu repotnya kah basa-basi menunjukan kepedulian?
Whatsapp dan LINE saya on setiap hari! Jadi semestinya mereka tidak perlu biaya sms lagi kan.. hahaha

Seusai pelajaran, saya bertanya pada bagian perkuliahan tentang bagaimana cara saya (yang sudah terlambat daftar selama seminggu dari batas waktu pendaftaran) untuk dipersilahkan mengikuti kegiatan itu. Jawabannya? tidak ada cara.
Kemudian saya disarankan bertanya kepada ketua jurusan manajemen (sekalipun katanya tidak mungkin diberi special treatment—pasalnya, peraturan kampus sangat ketat dan disiplin).   

Actually, hati saya waktu itu sangat kacau seperti lagu balonku ada 5 yang balon hijaunya meletus. Kenapa? Karena beberapa teman mengatakan jika saya melewatkan kegiatan itu, saya tidak diperkenankan mengikuti ujian akhir semester, nilai D setidaknya sudah mengintip di kertas KHS, dan automatically beasiswa saya dibumi-hanguskan. Geez..

Sebelum saya menghadap kepada ketua jurusan manajemen, saya berdoa dengan sungguh “Tuhan mohon bantu saya. Engkau yang memulai segala sesuatu yang baik pada hidup saya, pasti akan meneruskannya sampai akhir. Amin”

Konyol kah saya berdoa seperti itu? Saya yang lalai, Tuhan yang perlu bertanggung jawab? haha..
Terkadang pikiran degil saya meyakini bahwa saya tidak mungkin lupa kalau Tuhan tidak mengijinkan otak saya untuk lupa. Bukankah ada kalanya pikiran kita tidak bisa dikendalikan sekehendak hati kita?
Terima kasih karena Tuhan tidak murka pada pemikiran saya tersebut.

Setelah berdoa, saya memasuki ruangan ketua jurusan dan mulai membicarakan duduk persoalannya.
“kenapa bisa telat daftar?”
“saya akui itu kesalahan saya pak.. saya jarang memperhatikan pengumuman di kampus”
“kenapa begitu?”
“karena saya biasa langsung ke bawah jalan pulang tanpa mampir liat papan pengumuman.”
“waktu daftar, ga ada temen yang kasih tau kamu?”
“ga ada pak.”

Singkat cerita, saya tetap tidak diperkenankan mengikuti kegiatan itu, namun saya mendapat fakta yang mendamaikan batin.. tidak ikut table manner tidak akan mengganggu UAS, itu hanya berdampak pada absensi. See?! Penguatan kembali bahwa Tuhan akan melanjutkan karyaNya melalui saya sampai akhir.

Dengan melewatkan satu momen, saya mendapatkan pelajaran lebih dari satu.
Pertama, jangan terlalu mengandalkan orang lain.
Kedua, jangan menyalahkan orang lain, karena kita memang diciptakan untuk bertanggung jawab pada diri sendiri
Ketiga, tetap lah beriman
Keempat, masalah tetaplah masalah jika kita hanya memikirkan dan membicarakannya terus tanpa mengambil tindakan (bayangkan apabila saya tidak memberanikan diri menghadap langsung ketua jurusan, mungkin berhari-hari saya bisa stress memikirkan hal terburuk yang akan terjadi pada KHS saya)
Kelima, jangan mengatakan diri bijaksana apabila kita hanya mendengar cerita dari satu pihak (ketua jurusan sempat mengatakan rasa senangnya karena saya bertanya langsung pada beliau, karena selama ini seringkali mahasiswa mendengarkan dan “termakan” dengan rumor yang disebarkan oleh beberapa orang yang gagal pada mata kuliah EPD, yang menyatakan bahwa ketidaklulusan dikarenakan tidak mengikuti table manner). 


 

- lessons is like an air, it flows fill the earth, in every single pathway -