Thursday, September 4, 2014

Win with God



Dari sekian banyak hal yang saya suka lakukan, bersaksi merupakan salah satu favorit saya. 

Awal perkuliahan semester 8 (semester akhir saya dimana hanya tersisa mata kuliah skripsi) merupakan awal yang menegangkan, menggairahkan, sekaligus menakutkan. 

Teman-teman baik saya rata-rata sudah selangkah lebih maju, yaitu mereka mengambil mata kuliah skripsi di semester 7. Dari sekian banyak teman baik saya, beberapa yang memiliki indeks prestasi mengaggumkan memerlukan tambahan waktu dalam pengerjaan skripsi, yang disebut “extention” dan menyelesaikan skripsi dengan nilai memusakan pada awal semester 8.
 Mereka selesai, saya baru mulai.

Saat saya mulai melangkah memasuki zona “perang antara hidup atau mati – lulus atau tidak”, saya asik menggumulkan hal-hal terkait tugas akhir perkuliahan tersebut.

Logika sederhana saya berpikir:

# A, B, C, D semua teman baik saya dengan indeks prestasi tinggi (yang berarti cerdas) saja memerlukan waktu pengerjaan tambahan pada skripsinya menjadi 1 semester lebih; bagaimana dengan saya yang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa ini?? (menyedihkannya membandingkan diri dengan orang lain adalah hal buruk yang masih belum sepenuhnya dapat saya lepaskan)# 

#Jurnal saya menggunakan metode statistik yang tidak dipelajari selama perkuliahan, yaitu SEM, dan saya tidak punya basic pengetahuan tentang itu sebelumnya;
90 dari 100% orang yang saya temui dan tahu tentang program itu, mereka berkata bahwa metode statistik itu rumit dan butuh waktu yang cukup lama untuk mempelajarinya.. ditambah embel-embel “sangat sulit bagi kamu lulus dalam 1 semester jika tetap menggunakan SEM-LISREL” # 

Apabila saya tidak lulus dalam 1 semester, tentulah saya tahu dengan sangat jelas konsekuensi yang saya terima:
*ucapkan selamat tinggal pada beasiswa (dignity saya cukup tergantung pada eksistensinya)
*termenung melihat rekan-rekan seperjuangan di wisuda sementara saya masih berjuang dengan kuliah
*saya mempermalukan Tuhan, orang tua, terlebih diri saya sendiri
*membuang waktu, tenaga, uang, dan kesempatan 

Bagimana jika anda menjadi saya?
Berusaha mencari jurnal lain dengan metode statistik yang sudah cukup anda kuasai? Masuk akal..
hal itu bisa membantu dalam mengurangi beban pikiran dan beban pengerjaan skripsi ke depannya.
Tapi.. time is precious. And it is limited!
Saya mulai kalkulasi dan melakukan forecast.
Mencari dan menemukan jurnal yang “klik” dengan hati, serta mencari definisi serta teori variable juga tidak kalah memakan waktu lama. 

Pagi-siang-sore-malam, beberapa hari dan bahkan minggu terlewati, saya terus menerus memutar otak, bertanya pendapat kanan-kiri, dan bergumul “WHAT SHOULD I DO??”

Saking kuatir dan takutnya, beberapa kali saya berdoa “Tuhan.. saya tau bahwa Engkau mampu melihat masa depan. Jika sekiranya saya akan gagal mengerjakan skripsi dalam 1 semester, mungkin adalah lebih baik bagi Engkau mencabut nyawa saya sebelum hari itu tiba. Saya tidak tau akan bagaimana nanti. Saya juga tidak mau mempermalukan Tuhan yang selama ini saya bersaksi bahwa Engkau pribadi yang berada di balik semua kesuksesan saya tiba-tiba harus menanggung “pencemaran” nama baik akibat kegagalan saya…. Namun apabila Engkau berkenan, mohon bantu saya melewati ini semua dengan Engkau sebagai partner utama saya. Karena kalau tidak demikian, saya tidak mau mengerjakan skripsi ini sendirian. Tolong selesaikan pertandingan ini dengan caraMu yang ajaib.”

Saya diingatkan Roh Kudus pada Filipi 4:13 “Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIa yang memberikan kekuatan kepadaku.” I believe that my God is mighty to save. Tuhan tidak akan mempermalukan umatNya.

Melihat kebelakang penyertaan Tuhan yang luar biasa dalam hidup saya, maka nekatlah saya.. dengan iman berkata “Tuhan yang memulai segala sesuatu yang baik dalam saya, akan meneruskan sampai pada akhirnya!!” 

Keputusan jatuh pada penggunaan jurnal dengan metode statistik “baru-bagi saya”.  Welcome to the fighter ring! 

Prinsip saya adalah iman tidak mempersiapkan diri dari hal terburuk. Iman bekerja, Tuhan bertindak, maka hal terbaik yang akan terjadi. 

Saya bukan orang yang memiliki 100% kesempurnaan dalam iman.
Pernyataan iman yang sebutkan di atas, itu tidak cukup hanya dikatakan 1 – 2 kali.
Dalam perjalanan dari awal hingga penyelesaian skripsi, saya seringkali diliputi rasa ragu-ragu, takut, kuatir. Tiap perasaan itu datang, saya merasa malu pada Tuhan.
Namun, saya kembali mengumandangkan pernyataan iman itu keras-keras di dalam hati dan pikiran saya, sehingga menjadi stimulus yang super positif. 

Menjadikan Tuhan partner kerja dalam penyelesaian tugas akhir, merupakan hal yang tidak akan pernah saya sesali. Ia tidak pernah mengecewakan saya. Selalu saja ada caraNya yang ajaib. Setiap kali saya kehilangan ide, sumber data, dll, Tuhan memakai orang-orang dekat saya untuk membantu. Amazing.

Sampai pada saat hari persidangan, saya merasa sangat tenang dan bahkan mungkin terlalu tenang bagi seorang mahasiswa yang akan menghadapi “hidup dan mati.” Saya amat yakin itu semua bukan hanya sekedar karena saya belajar dengan se-optimal mungkin selama proses pengerjaan skripsi, namun terlebih karena kuasa Tuhan bekerja atas saya. 

Banyak sekali orang yang dengan tulus memberikan semangat serta mendoakan keberhasilan saya.
Saya sangat bersykur, karena saya tau bahwa 2-3 orang berkumpul dalam namaNya, Tuhan hadir. Tuhan mendengar. Apalagi ini ada lebih dari 2-3 orang! Sangat besar kuasa doa mereka! 

Disidang oleh dosen-dosen yang ditakuti banyak mahasiswa, tidak membuat saya gentar. Dan mujizat kembali terjadi, dosen-dosen tersebut bahkan sama sekali tidak menakutkan! Suasa sangat nyaman dan fun. Adapun kekuatiran utama saya akan masalah presentasi menggunakan bahasa Inggris teratasi dengan baik (Tuhan yang menciptakan beribu-ribu bahasa, tidak masalah bagiNya menjamah lidah saya untuk dapat berkata-kata dengan salah 1 bahasa yang diciptakanNya).Saya merasa seperti sedang tidak disidang. Saya memperoleh nilai sangat memuaskan. Itu semua karena Tuhan maju berperang untuk saya. Saya yakin, penyertaan Tuhan tidak selesai sampai disitu. Ia akan menyertai dalam karir, masa depan saya

*Note: Saya bersaksi seperti ini, tidak sedikit pun dengan maksud memegahkan/menyombongkan diri (karena memang tidak ada yang bisa disombngkan dalam diri saya) serta menganggap orang lain yang mungkin belum lulus sidang sebagai suatu cercaan. Tuhan punya rencana berbeda-beda atas setiap ciptaanNya dimana tidak ada satu orang pun yang tau. Malaikat pun tidak. Sehingga tiap-tiap orang baiknya tidak diperkenankan membandingkan berkat Tuhan atas dirinya dengan orang lain punya.

-whatever and whoever you are, God will never leave you alone-





Sacrifice is Big Love



Kamis itu adalah hari yang tidak terlupakan. 
Perasaan terharu dan bahagia menyelimuti saya dengan luar biasa. 

Sore itu saya pergi ke Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia di wilayah Jakarta bersama dengan teman baik saya, Febdeline. Tujuan kepergian saya yaitu untuk mencari data penunjang untuk penyelesaian skripsi. Sepulang dari BPS sekitar jam 4 sore, saya berniat untuk mengunjungi saudara di rumah sakit. Berhubung saya tidak terlalu menguasai jalan dan transportasi dari BPS hingga rumah sakit tempat saya berada, mama menelepon dan menegaskan saya untuk menunggu di dekat BPS itu, dan akan dijemput oleh papa untuk bersama-sama ke rumah sakit. 

Repotnya punya anak seperti saya yang sekalipun sudah besar, tapi belum bisa dipercaya untuk menjelajah sendiri. Kekuatiran papa dan mama, saya tanggapi dengan positif. Karena mereka begitu mengasihi saya. Saya berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih bisa diandalkan.

Selama masa penantian papa sekitar 1 jam, Febdeline ada disana untuk saya. Sekalipun saya sudah memintanya untuk pulang duluan, tidak usah ikut menunggu, dia tetap berdiri menemani. 
Actually, saya kuatir jika dia terus menemani, kepulangannya akan semakin sore dan transportasi yang akan dinaikinya akan padat penumpang, belum lagi tenaga juga waktu yang terbuang, serta jalan Jakarta yang semakin sore semakin macet efek jam pulang kantor. 
Namun tidak dapat dipungkiri kenyataannya adalah kehadiran dia membuat saya merasa lebih aman, nyaman, dan senang. 

Betapa terberkatinya saya. Memiliki keluarga, saudara, dan teman yang peduli, penuh kasih, dan rela berkorban untuk saya. Kita bisa menilai seberapa bernilainya diri kita dari seberapa banyaknya orang yang mau berkorban untuk kita. Bukankah kita akan tulus hati mendahulukan kebahagiaan atau kepentingan orang lain apabila kita meyakini bahwa mereka layak untuk mendapatkannya?  
  
More than it all, I have incredible astonishing God. His goodness is unspoken, unfailing, unconditionally. He died and rose from the death to redeem all my sins. He gives His life for me and you even if we are far away from His expectation.  
 He made she, he, you, all are for me. He made me either for you all. 
We sharpen and completing one another as His will. 

Sometimes we as His creation, forget His sacrificed. We spend more time for our business.
Imagine if we already sacrificed our time, energy, money, feel, yet thought for someone,
but someone whom we sacrificed for is ignoring all our sacrifice and prefer to focusing his/her self for themselves.
What do you feel? What if you  sacrifice your life? Think again.

-when someone prefer choose something than you, then you can simply conclude that things are more important than you.-