Sunday, April 22, 2012

There are Lessons Behind the Failures

There are Lessons Behind the Failures

Rasa putus asa sepertinya rajin sekali mengusik hidup saya. Terakhir kali saya berputus asa yaitu pada pembagian hasil study semester 3. Dimana saya meyakini bahwa saya tidak akan mengulang pelajaran Akuntansi Manajemen 1, karena saya cukup mengerti, dan juga dosennya cakap dalam mengajar, serta sepertinya tidak irit dalam memberi nilai.. kebalikannya, saya malah sungguh kuatir dengan nilai Manajemen Keuangan Lanjutan, saya kuatir jika saya harus kembali mempelajari mata kuliah yang cukup menantang tersebut, dimana jika saya harus mengulang pelajaran MKL tersebut, otomatis saya akan menunggu setahun lagi untuk mengambilnya, karena pelajaran itu ditempuh saya dalam pelajaran non-regular class. Terbayang rasa lelah saya nanti. 

Saya berdoa setiap malam selewat ujian akhir, berharap saya tidak mesti mengulang MKL itu, karena jika itu tidak mengulang, saya yakin, semua pelajaran lainnya itu nilainya tidak ada yang jatuh, dan saya berhasil menoreh IP yang cukup baik. 

Setelah sekitar hampir sebulan, maka dapat dilihatlah hasil study semester 3 itu. Dengan harap-harap cemas, saya membukanya by online. Untuk melihatnya saja saya perlu menahan nafas, karena begitu besarnya rasa kuatir. Dan… sungguh saya kaget sekali, karena nilai MKL saya lulus dengan nilai cukup baik, tapi Akuntansi Manajemen saya yang awalnya sungguh saya yakini berhasil dengan nilai baik, malah saya kena harus mengulang lagi, Karena tidak memuaskan.

Perasaan senang dan putus asa bercampur jadi 1. Saya bahagia, juga kecewa berat. Perasaan itu seperti hampa, tidak dapat dijabarkan dengan kata-kata puitis sekalipun.
Apa yang tidak saya kira, saya mendapatkannya. Dua sisi yang bertolak belakang. Seperti mimpi manis yang terbangun karena ada gempa bumi. 

Saya bersyukur pada Tuhan karena telah mengabulkan doa saya tentang hasil MKL yang tidak buruk, dilain sisi pikiran saya penuh dengan tanda tanya yang besar, kenapa tragis dengan Akmen saya..?! apa yang salah? Saya tidak merasa telah menganggap enteng pelajaran itu, saya belajar dengan waktu yang banyak untuk latihan soal Akmen itu. Tapi.. KENAPA??? 

Saya ingin sekali menangis kecewa, tetapi saya tidak bisa.. karena pengharapan saya pada MKL sudah terwujud.. Jika anda pernah mengalami hal seperti ini, pasti tau bagaimana rasanya. Saya mencoba untuk tetap bertahan dalam pikiran positif saya, sungguh sulit..

Kata-kata setan yang mengintimidasi saya dengan kuatnya: “kamu bodoh, kena ngulang.. malu-maluin banget sih.. katanya kamu anak Tuhan, kenapa kamu malu-maluin Dia? Bukannya kamu yakin kalo Dia, Tuhanmu, Yesus Kristus itu mampu membuatmu jadi kepala dan bukan ekor? Kan kalo kamu ngulang nih pelajaran, semua orang jadi bisa liat kamu tuh ga qualified.. mending juga kamu jangan ngaku anak Dia deh.. buat malu aja tau! kuasaNya yang besar ga keliatan deh gara-gara kamu..”

Kata-kata itu terus bergema di kepala saya.. ingin rasanya meledakan nya pake dinamit khusus penangkal tuh intimidasi.. tapi, inilah saya manusia, saya tidak mampu membela diri.. saya merasa kata-kata itu memang benar.. kegagalan saya membuat Tuhan jadi kecewa. Saya melihat sekeliling saya, teman-teman dekat saya di kampus, mereka yang beriman pada Tuhan, memiliki prestasi yang luar biasa.. tampaknya, mereka benar-benar berhasil membuat Tuhan bangga. 

Malu dan kesal rasanya kalo inget-inget saya kayanya ga kasih kontribusi apa-apa buat kemuliaan Tuhan.. Tuhan yang selalu nolong saya.. sabar banget gitu ngurusin saya yang ga berharga ini. Saya bahkan belum menemukan apa kelebihan saya, sehingga beberapa orang bisa cukup suka jika berbincang dengan saya, dilain pihak, jika ada sesuatu yang sedikit tidak mengenakan, terkadang mereka juga suka dengan bercanda dengan berkata: “ ini ketularan Nesia..”
Jika mood saya sedang baik, maka saya menanggapinya dengan biasa-biasa saja, bahkan saya ikut tertawa, tetapi jika mood saya sedang kurang baik, maka saya akan berpikir : segitu buruknya kelakuan saya selama ini ya.. Mungkin ada baik juga jika saya sedang mood kurang baik, karena saya bisa jadi orang yang sadar.. hha.. pernah ada yang mengatakan bahwa saya adalah orang yang moody. Dan saya akui itu memang benar. Itu kelemahan diri yang sulit diatur..

Kembali pada masalah intimidasi tadi, saya men-sharingkan nya dengan kawan seiman di kampus, kemudian dia berkata: “kamu jangan ngeliat ke atas terus dong.. kamu pinter ko.. coba kamu liat sekeliling kamu, banyak yang IP nya di bawah kamu.. lebih banyak dibanding yang di atas kamu. emang kamu bergaul sama orang-orang yang pinter di kampus ini, syukurin lah, itu bisa jadi acuan kamu. “ (kurang lebih seperti itu pembicaraannya)

Jika saya mendengarnya, saya bisa saja men-persepsikan nya ke dalam 2 bentuk:
1. Saya tidak cukup tangguh untuk bersaing dengan orang-orang pintar tersebut
2. Saya terlalu banyak membandingkan diri dengan orang lain, sehingga sulit untuk bersyukur dan terus stuck tanpa perkembangan signifikan

Saya tau, bahwa saya tidak boleh memperlakukan diri sendiri dengan hina. Karena Tuhan sudah memberikan hidupNya buat saya, kenapa saya harus menjerumuskan diri saya sendiri dengan memilih mendengarkan intimidasi setan itu? Dengan terus kecewa, saya tetap saja tidak akan bisa merubah masa lalu kan? Saya hanya bisa memperbaikinya di masa yang akan datang, ketika masih ada kesempatan.
Saya sepenuhnya yakin, bahwa setiap kejatuhan yang saya alami itu semua bukan karena Tuhan tidak memiliki kuasa lebih untuk menolong saya, tetapi itu karena salah saya sendiri, dan juga itu adalah sebuah pengasah kualitas hidup supaya saya jadi lebih baik lagi. 

Orang yang berhasil adalah orang yang pernah tau bagaimana kegagalan itu, dan kegagalan ada karena keberhasilan pernah dirasakan sebelumnya juga kan..
Maka dari itu, dari hasil sharing bersama teman saya itu, saya memutuskan untuk mengambil persepsi saya yang kedua, saya tidak ingin memiliki pikiran yang negatif dan menjadi musuh bagi diri saya sendiri. Kemudian berusaha untuk melakukan improvisasi dalam sistem belajar saya yang mungkin selama ini masih banyak kekurangan. 

Saya juga mendapatkan pelajaran penting dari permasalahan ini: adalah akan lebih baik jika kita tidak memfokuskan diri pada kegagalan kita, tetapi lihat di sisi lain, kesuksesan dan pengaharapan yang terkabul, itu anugrah yang besar.. bersyukurlah..

-this life to be thankful for, not to be cursed-

Songs that Define your Feelings

Songs that Define your Feelings


Ketika seseorang merasa sedih, pada umumnya mereka akan mulai mendengarkan lagu-lagu yang bernuansa sedih, begitu juga ketika patah hati, mendengarkan lagu cinta yang berlirik galau.. Pokonya mendengarkan lagu yang sepertinya mampu mewakili, atau juga mengekspresikan perasaan mereka, mengintepretasikannya dengan setepat mungkin. 

Hal itu tidaklah aneh, dan tampaknya sudah menjadi “kebiasaan.” Semakin lama seorang yang sedih itu mendengar lagu “intimidasi diri” semakin lama semakin ia merasa menjadi orang yang benar-benar hancur. Orang yang putus cinta mendengar lagu “pengkhianatan, penyesalan, kepedihan, kemarahan”, akan menjadi semakin kesal dengan kondisi yang dialaminya. 
Hal ini bisa dibuktikan dengan lebih lakunya lagu yang jenis demikian dibandingkan dengan lagu penyemangat, apalagi lagu rohani.. 

Sebenarnya, setelah sekian lama saya mengamati hal seperti ini, saya mendapatkan kesimpulan bahwa perasaan kita bisa tergantung pada lagu apa yang kita dengar. Perasaan kita bisa semakin menjadi terekspolitasi dengan menghayati inti lirik dari lagu yang kita dengar. Dan ini bukan hal yang sepele. Ini adalah hal yang cukup penting untuk diperhatikan. 

Merasakan kepedihan yang berlarut-larut bukan hal yang baik. Tetapi masih banyak orang yang belum menyadari bahwa apa yang mereka lakukan, dalam pembahasan ini adalah mendengarkan lagu sendu atau kemarahan, akan membuat mereka menjadi sedemikian terpuruknya. Bahaya lagi, jika orang yang dalam suasana hati baik, kemudian mendengarkan lagu sedih, ia jadi teringat dengan masa lalunya yang menyakitkan, dan suasana hatinya mendadak berubah menjadi suram.. 

Dulu, saya juga termasuk ke dalam list orang-orang yang kasihan seperti ini. Ketika saya sedih, maka saya akan memilih untuk mendengarkan lagu yang “membantu” saya mewakili perasaan itu, seperti lagu yang menyalahkan diri, lagu kekalahan, kekecewaan, lagu R&B yang sedikit mengandung penghinaan, rasanya lagu itu khusus dibuat untuk orang-orang macam saya. Dan itu menghibur..  dalam kepahitan. 

Namun lama-kelamaan saya merasa lelah dan coba mencari apa sih hal yang buat saya menjadi sedemikian hancur dan gagal sampai berlarut-larut..? setelah saya selidiki, dan merasa cukup yakin dengan hasil penyelidikan saya, yaitu lagu yang saya dengar dapat membentuk kepribadian, akhirnya saya mulai coba membiasakan diri untuk mendengar lagu rohani dan lagu-lagu pembangkit semangat . Dan itu benar-benar terasa jauh lebih baik dan menyenangkan.
Apa yang kita dengar dan kita hayati, itu bisa menjadi alasan kita bertindak menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Oleh karena itu, akhir-akhir ini saya merasa begitu prihatin dengan lagu-lagu dunia pada umumnya yang beredar gencar saat ini, yang semakin banyak mengandung arti lirik tentang kegelisahan, kegalauan, dendam, kebencian, merasa ditinggalkan, diabaikan, pencemaran, penghujatan, dan banyak hal negative lainnya. 

Ketika suatu hari teman saya bertanya : “Nes, kamu lebih milih lagunya enak tapi lirik ga gitu bagus, atau pilih lirik bagus, tapi lagunya kurang enak?”, maka saya menjawab: “emang saya mesti milih ya? Saya milih dua-duanya mesti enak dong.. haha.. tapi kalo ga ketemu, tentu saya pilih yang lirik nya bagus.. mengandung penguatan dan penyemangat diri.. tidak masalah kalo musiknya kurang oke, karena yang dapat membangun diri kita itu adalah kata-kata, bukan sekedar musik pengiring..” 

Jadi, menurut saya, akan lebih bijaksana apabila seseorang yang suka mendengarkan musik, mulai mencoba menghindari lagu-lagu dalam konotasi “negative” yang seperti saya jabarkan di atas, dan mulai beralih ke dalam lagu rohani, atau juga lagu-lagu yang mengintepretasikan self motivation. 
Saya juga masih dalam pembelajaran, dan akan terus saya coba aplikasikan, sehingga tidak lagi meratapi kondisi yang menyebalkan, dan mulai melihat hari-hari baik, serta mengucap syukur akan penyertaan Tuhan yang begitu luar biasa selama hidup ini.

 - little things that are not visible, sometimes it can be an instrument of self destruction-