There are Lessons Behind the Failures
Rasa putus asa sepertinya rajin
sekali mengusik hidup saya. Terakhir kali saya berputus asa yaitu pada
pembagian hasil study semester 3. Dimana saya meyakini bahwa saya tidak akan
mengulang pelajaran Akuntansi Manajemen 1, karena saya cukup mengerti, dan juga
dosennya cakap dalam mengajar, serta sepertinya tidak irit dalam memberi nilai..
kebalikannya, saya malah sungguh kuatir dengan nilai Manajemen Keuangan
Lanjutan, saya kuatir jika saya harus kembali mempelajari mata kuliah yang
cukup menantang tersebut, dimana jika saya harus mengulang pelajaran MKL
tersebut, otomatis saya akan menunggu setahun lagi untuk mengambilnya, karena
pelajaran itu ditempuh saya dalam pelajaran non-regular class. Terbayang rasa
lelah saya nanti.
Saya berdoa setiap malam selewat
ujian akhir, berharap saya tidak mesti mengulang MKL itu, karena jika itu tidak
mengulang, saya yakin, semua pelajaran lainnya itu nilainya tidak ada yang
jatuh, dan saya berhasil menoreh IP yang cukup baik.
Setelah sekitar hampir sebulan,
maka dapat dilihatlah hasil study semester 3 itu. Dengan harap-harap cemas,
saya membukanya by online. Untuk melihatnya saja saya perlu menahan nafas,
karena begitu besarnya rasa kuatir. Dan… sungguh saya kaget sekali, karena
nilai MKL saya lulus dengan nilai cukup baik, tapi Akuntansi Manajemen saya
yang awalnya sungguh saya yakini berhasil dengan nilai baik, malah saya kena
harus mengulang lagi, Karena tidak memuaskan.
Perasaan senang dan putus asa
bercampur jadi 1. Saya bahagia, juga kecewa berat. Perasaan itu seperti hampa,
tidak dapat dijabarkan dengan kata-kata puitis sekalipun.
Apa yang tidak saya kira, saya mendapatkannya. Dua sisi yang bertolak belakang. Seperti mimpi manis yang terbangun karena ada gempa bumi.
Apa yang tidak saya kira, saya mendapatkannya. Dua sisi yang bertolak belakang. Seperti mimpi manis yang terbangun karena ada gempa bumi.
Saya bersyukur pada Tuhan karena
telah mengabulkan doa saya tentang hasil MKL yang tidak buruk, dilain sisi
pikiran saya penuh dengan tanda tanya yang besar, kenapa tragis dengan Akmen
saya..?! apa yang salah? Saya tidak merasa telah menganggap enteng pelajaran itu,
saya belajar dengan waktu yang banyak untuk latihan soal Akmen itu. Tapi.. KENAPA???
Saya ingin sekali menangis kecewa,
tetapi saya tidak bisa.. karena pengharapan saya pada MKL sudah terwujud.. Jika
anda pernah mengalami hal seperti ini, pasti tau bagaimana rasanya. Saya mencoba
untuk tetap bertahan dalam pikiran positif saya, sungguh sulit..
Kata-kata setan yang mengintimidasi saya dengan kuatnya: “kamu bodoh, kena ngulang.. malu-maluin banget sih.. katanya kamu anak Tuhan, kenapa kamu malu-maluin Dia? Bukannya kamu yakin kalo Dia, Tuhanmu, Yesus Kristus itu mampu membuatmu jadi kepala dan bukan ekor? Kan kalo kamu ngulang nih pelajaran, semua orang jadi bisa liat kamu tuh ga qualified.. mending juga kamu jangan ngaku anak Dia deh.. buat malu aja tau! kuasaNya yang besar ga keliatan deh gara-gara kamu..”
Kata-kata itu terus bergema di
kepala saya.. ingin rasanya meledakan nya pake dinamit khusus penangkal tuh
intimidasi.. tapi, inilah saya manusia, saya tidak mampu membela diri.. saya
merasa kata-kata itu memang benar.. kegagalan saya membuat Tuhan jadi kecewa. Saya
melihat sekeliling saya, teman-teman dekat saya di kampus, mereka yang beriman
pada Tuhan, memiliki prestasi yang luar biasa.. tampaknya, mereka benar-benar
berhasil membuat Tuhan bangga.
Malu dan kesal rasanya kalo inget-inget
saya kayanya ga kasih kontribusi apa-apa buat kemuliaan Tuhan.. Tuhan yang
selalu nolong saya.. sabar banget gitu ngurusin saya yang ga berharga ini. Saya
bahkan belum menemukan apa kelebihan saya, sehingga beberapa orang bisa cukup
suka jika berbincang dengan saya, dilain pihak, jika ada sesuatu yang sedikit
tidak mengenakan, terkadang mereka juga suka dengan bercanda dengan berkata: “ ini
ketularan Nesia..”
Jika mood saya sedang baik, maka
saya menanggapinya dengan biasa-biasa saja, bahkan saya ikut tertawa, tetapi
jika mood saya sedang kurang baik, maka saya akan berpikir : segitu buruknya
kelakuan saya selama ini ya.. Mungkin ada baik juga jika saya sedang mood
kurang baik, karena saya bisa jadi orang yang sadar.. hha.. pernah ada yang
mengatakan bahwa saya adalah orang yang moody. Dan saya akui itu memang benar. Itu
kelemahan diri yang sulit diatur..
Kembali pada masalah intimidasi
tadi, saya men-sharingkan nya dengan kawan seiman di kampus, kemudian dia
berkata: “kamu jangan ngeliat ke atas terus dong.. kamu pinter ko.. coba
kamu liat sekeliling kamu, banyak yang IP nya di bawah kamu.. lebih banyak dibanding
yang di atas kamu. emang kamu bergaul sama orang-orang yang pinter di kampus
ini, syukurin lah, itu bisa jadi acuan kamu. “ (kurang lebih seperti itu pembicaraannya)
Jika saya mendengarnya, saya bisa
saja men-persepsikan nya ke dalam 2 bentuk:
1. Saya tidak cukup tangguh untuk bersaing dengan orang-orang pintar tersebut
2. Saya terlalu banyak membandingkan diri dengan orang lain, sehingga sulit untuk bersyukur dan terus stuck tanpa perkembangan signifikan
1. Saya tidak cukup tangguh untuk bersaing dengan orang-orang pintar tersebut
2. Saya terlalu banyak membandingkan diri dengan orang lain, sehingga sulit untuk bersyukur dan terus stuck tanpa perkembangan signifikan
Saya tau, bahwa saya tidak boleh
memperlakukan diri sendiri dengan hina. Karena Tuhan sudah memberikan hidupNya
buat saya, kenapa saya harus menjerumuskan diri saya sendiri dengan memilih
mendengarkan intimidasi setan itu? Dengan terus kecewa, saya tetap saja tidak akan
bisa merubah masa lalu kan? Saya hanya bisa memperbaikinya di masa yang akan
datang, ketika masih ada kesempatan.
Saya sepenuhnya yakin, bahwa
setiap kejatuhan yang saya alami itu semua bukan karena Tuhan tidak memiliki
kuasa lebih untuk menolong saya, tetapi itu karena salah saya sendiri, dan juga
itu adalah sebuah pengasah kualitas hidup supaya saya jadi lebih baik lagi.
Orang
yang berhasil adalah orang yang pernah tau bagaimana kegagalan itu, dan kegagalan
ada karena keberhasilan pernah dirasakan sebelumnya juga kan..
Maka dari itu, dari hasil sharing
bersama teman saya itu, saya memutuskan untuk mengambil persepsi saya yang
kedua, saya tidak ingin memiliki pikiran yang negatif dan menjadi musuh bagi
diri saya sendiri. Kemudian berusaha untuk melakukan improvisasi dalam sistem
belajar saya yang mungkin selama ini masih banyak kekurangan.
Saya juga mendapatkan
pelajaran penting dari permasalahan ini: adalah akan lebih baik jika kita tidak
memfokuskan diri pada kegagalan kita, tetapi lihat di sisi lain, kesuksesan dan
pengaharapan yang terkabul, itu anugrah yang besar.. bersyukurlah..
-this life to be thankful for, not to be cursed-