Wednesday, February 29, 2012

God the Glory (the story of me *1*)


God the Glory (the story of me *1*)

Akhir-akhir ini cukup banyak yang dipikirkan. Sesuatu yang berdampak bagi kehidupan sekarang dan yang akan datang.

Dulu saya selalu berpikir mengapa hidup ini sangat sia-sia rasanya, kegiatan yang dilakukan adalah yang itu-itu lagi. Membosankan. Apa yang dilakukan manusia jaman sekarang tidak jauh beda dengan yang manusia dulu lakukan, bahkan hampir 99% sama, begitu pun pada masa depan. Hal ini akan berlanjut terus-menerus sampai pada masa dimana semua manusia tidak lagi ada di dunia. 

Cara pandang dan pola pikir manusia yang rapuh dan terlalu tersistem pada ajaran para pendahulunya tidak membuat keragaman yang baru di jaman ini. Buah tidak jauh dari pohonya. Pepatah yang tepat untuk menggambarkan statisnya kehidupan ini. 

Itu benar kan? 
ya..

Kemudian saya beranjak semakin dewasa dan memiliki pemikiran yang jika tidak bisa dikatakan lebih maju atau setidaknya lebih baik dari standar saya waktu kecil, otak ini mulai mencari jalan untuk bisa disinkronkan dengan kata hati. Mustahil kah? Sangat. 

Pada dasarnya, semua orang menganggap bahwa kata hati itu berasal dari Roh, dan entah bagaimana caranya, paradigma itu masuk ke pikiran saya, yang kemudian saya yakini sebagai sesuatu yang cukup masuk akal dan benar.

Saya sangat yakin akan hal ini:

Tuhan memiliki sangat banyak cara untuk menyadarkan dan mendorong umatNya untuk berbuat lebih baik dan sempurna. Caranya itu sungguh di luar pemikiran dan tidak terbatas.  Semuanya dilakukan Dia agar semua yang percaya padaNya memiliki hikmat yang benar, agar tetap berjalan di jalan yang semestinya.
Sekarang saya ingin bersaksi kisah nyata tentang pengalaman diri saya sendiri. 

Sejak kecil saya sudah dibiasakan untuk rajin pergi ke Gereja. Berdoa, dan meminta segala sesuatu yang saya ingini dalam nama Tuhan. Selama kurang lebih 18 tahun saya melakukan nya seperti seorang yang setia dan religious. Bahkan saya sendiri berpikir bahwa orang seperti saya itu sangat jarang. Saya orang yang lebih suci dari orang lain, Tuhan pasti lebih berkenan pada saya ketimbang orang lain karena perbuatan “baik”saya selama 18 tahun an itu. Pikir saya saat itu.

Orang lain banyak yang berkata-kata kasar dan kebun binatang, mereka tidak memiliki iman percaya padaNya yang merupakan suatu syarat mutlak jika ingin diterima Kerajaan Sorga, mereka melakukan hal-hal yang jahat, tidak menghargai keanggunan diri sendiri. Tidak seperti saya. Saya merasa hebat. Di atas rata-rata orang umumnya. 

Meskipun demikian, namun jauh di dalam lubuk hati saya, saya merasa kebosanan yang luar biasa, hampa, dan kosong harapan.  

Begitu mudah nya saya terbawa kehidupan duniawi yang penuh dengan dosa. Cepat marah dan mau menang sendiri adalah sifat buruk saya yang mematikan. Bayangkan saja, saya melakukan hal itu tanpa merasa ada yang salah pada diri saya sendiri, saya menganggap itu adalah hal yang sangat wajar, semua orang juga begitu, dan makanya toleransi pada sikap tersebut dengan mudah berakar dan berbuah di hati saya yang hanya satu-satu nya ini. 

Parahnya, setiap ke Gereja, saya menyanyikan puji-pujian dengan semangat, merasa saya orang benar dan begitu layak bersekutu denganNya.. Melihat jemaat lain menaikan pujian hingga menangis tersedu terlihat seperti begitu rapuh, manusia yang tidak berdaya, dan hina di hadapanNya,  menimbulkan pikiran degil di otak saya “gila! Mereka cari muka sekali! Dihadapan Tuhan dan manusia!”, orang yang berbicara bahasa Roh pun demikian “ampun deh.. ko bisa ya? Apa mereka cuma pura-pura bisa aja? Kan ga semua orang dikasih hikmat berbahasa Roh.. “ Khotbah pendeta pun saya rasa saya sudah melakukan nya selama ini dengan tidak ada celah. Benar-benar tidak ada yang perlu diperbaiki lagi.

Pelajaran di sekolah, pertandingan olahraga yang saya ikuti, saya memulainya dengan doa, dan merasa doa saya sangat didengar Tuhan, tapi dalam kenyataan nya saya lebih sering mengandalkan kekuatan diri saya sendiri. Namun gilanya, tiap hasil yang tidak memuaskan, seperti nilai jelek, kalah bertanding, membuat saya begitu marah pada diri saya sendiri, terlebih Tuhan. Mengapa saya sudah berdoa dan minta tuntunanNya, saya tetap menjadi pecundang?? Ini tidak benar! 

Bahkan saya pernah menjauhkan diri saya dari Tuhan, hanya karena kalah bertanding olahraga, yang dimana saya yakini sebelumnya jika saya pasti menang. 

Tidak mau berdoa lagi meskipun suara hati berkata saya harus! 

Setelah kejadian itu, saya tetap pergi ke Gereja karena takut dimarahi orang tua saja, alhasil disana saya hanya diam dan sungguh enggan mendengarkan pendeta berbicara..
Dalam kehanyutan dosa itu sekalipun, herannya saya masih bisa berasa saya telah mengkhianati Tuhan.
Namun tidak berbuat apa-apa..

Betapa tragisnya dan sungguh berdosanya hidup saya dulu.. 

Entah berapa lama waktu yang Tuhan buang untuk menunggu saya kembali ke pelukan kasihNya.
Berapa banyak energi yang Tuhan gunakan untuk menarik saya kembali ke rel yang telah dibuatNya khusus untuk saya lewati.
Berapa banyak jiwa yang Tuhan pakai untuk merangkul saya ke hidup yang dikehendakiNya. Begitu banyak pengorbanan yang Dia lakukan.  Tidak terbatas.

Terlalu banyak, sehingga terlihat sangat  tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima.

Saya melewati perjalanan yang panjang hingga mencapai diri saya yang sekarang ini yang saya rasakan mengalami kemajuan yang cukup signifikan.

Tuhan memperbaiki saya secara perlahan tapi pasti. 

Saat saya beranjak akan masuk dunia perkuliahan, saya merasa sangat bingung. Jurusan apa yang akan saya ambil? Universitas mana yang saya tuju? Dan yang paling utama dan terutama adalah mana uang nya buat masuk kuliah?? 

Koko saya setahun lebih tua, dan dia sudah masuk Universitas Multimedia Nusantara. Universitas yang baru dibangun dengan belum menghasilkan lulusan tapi uang masuk dan kuliahnya mahal. Wajar saja sepertinya, karena universitas itu dibangun oleh salah satu perusahaan komersil terbesar di Indonesia dengan segala macam link perusahaan yang siap menjadi jaminan memberikan pekerjaan terhadap jebolannya kelak. 

Saya merasa koko itu beruntung sekali, kuliah di tempat yang banyak orang bilang itu adalah kampusnya orang elit alias orang-orang yang punya dana lebih untuk mendapatkan fasilitas lebih. Hal itu cukup membuat iri saya. Namun saya cukup berlapang dada untuk ikut mensyukuri berkat Tuhan atasnya. 

Hanya yang menjadi persoalan saya saat itu adalah, takdir saya sebagai adiknya, kenapa bertolak belakang darinya?  Saat ingin kuliah malah pusing memikirkan biaya.. 

Jika ada yang penasaran dengan perasaan saya saat itu, tentunya adalah sedih dan merasa hidup ini cukup tidak adil. Papa dan mama mencoba untuk membesarkan hati saya dan meminta saya untuk terus berdoa ke Tuhan meminta jalan terbaik. Tanpa mengucap janji bahwa saya pasti akan dikuliahkan. 

Dengan keadaan begitu miris buat saya, cara itulah yang Tuhan pakai untuk mengembalikan kesadaran saya sepenuhnya terhadap keagungan kuasaNya. 

Saya berdoa setiap malam dengan sepenuh hati, meminta Tuhan campur tangan dalam pergumulan yang saya alami tersebut. 

Sambil menunggu keputusan orangtua dan jawaban Tuhan, saya disarankan mama untuk menghabiskan waktu liburan itu dengan bekerja menjadi sales mobil. Ide bagus. 

Dengan bantuan referensi teman kerja mama dulu, saya bekerja di Tunas Daihatsu. Awalnya saya merasa gugup, karena pengalaman pertama kali kerja ini. Menjadi sales bukan lah hal yang mudah seperti orang pada umumnya biasa remehkan status "sales". 
Target ditetapkan awal bulan, dan setiap paginya diadakan briefing mengenai strategi memaksimalkan penjualan, bagaimana cara mencari calon pembeli, membuatnya tertarik untuk membeli produk yang ratusan juta rupiah harganya itu, memberikan informasi penting mengenai selling point product dari antara product-product competitor, cara me-maintence customer, perhitungan kredit yang menurut saya sebagai pemula adalah hal yang cukup rumit, dan sebagainya.   

Walaupun saya adalah orang baru, target penjualan merupakan sebuah magnet ketakutan saya yang paling besar selama 4 bulan saya bekerja disana. Melawan competitor bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Competitor nya ada 2 jenis: sesama dealer Daihatsu, dan produk lain seperti Toyota (sebagai saingan utama), Suzuki, dan lainnya. 

Selama saya bekerja, saya dibantu oleh koko yang lebih paham soal mobil, dan papa saya yang dulu nya juga pernah menjadi sales mobil. Pengalaman itu begitu pahit dan manis saya rasakan. Atmosfer bersaing yang tinggi, kadang membuat saya merasa sulit bernapas. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, maka saya selalu berdoa minta Tuhan menyertai langkah saya, pekerjaan baru yang menantang ini, dan target yang saya tetapkan bersama belasan rekan sales lainnya yang disaksikan supervisor dan kepala cabang kami yang baik, pintar, dan bijaksana.

Terima kasih Tuhan, saya boleh mencapai semua target sesuai rencana. 

Orang yang sudah bekerja beberapa tahun disana sebagai administrasi pun ikut memuji saya, ia berkata bahwa saya termasuk orang yang hebat dan beruntung karena setiap bulannya saya bisa menjual mobil dengan jumlah yang maju, dari 1 ke 2 ke 3 dan 4. Itu sebuah prestasi yang bagus. Banyak sales-sales terdahulu yang akhirnya keluar menyerah karena sudah tidak tahan telah menghasilkan penjulan yang nihil selama beberapa bulan. 

Saya benar-benar merasakan sukacita yang luar biasa.. saya yakin bahwa saat itu, saya sungguh tidak mengandalkan kekuatan saya sendiri seperti yang saya lakukan di kehidupan saya sebelumnya. Menjadi sales adalah sebuah pekerjaan yang bisa membuat anda sadar, bahwa tanpa bantuan Tuhan yang mengirim klien ke tangan anda, maka anda bukan apa-apa, dan tidak akan menjadi apa-apa.

Saya bersyukur karena kesempatan saya melakukan pekerjaan ini.
dan hidup saya pun mulai disadarkan dan dipulihkan.
Masih dalam masa saya bekerja, mama sore itu memperlihatkan koran Kompas yang mencantum iklan mengenai beasiswa full di Trisakti School Management. Sekalipun sebelumnya saya sudah mencoba Universitas Indonesia (tidak diterima, dan saya pun tidak terlalu ingin kesana), dan Universitas Bunda Mulia, mama tetap mengajukan tantangan pada saya untuk mencoba memeberikan persyaratan untuk beasiswa tersebut. Karena jarak Univesitas Bunda Mulia cukup jauh, meskipun sudah diterima, tapi mau coba ke tempat yang lebih mudah dijangkau. 

Melihat iklan itu, saya hanya tertawa dan berkata dalam hati : “ini bukan untuk orang seperti saya”.
Saya tidak pintar, walaupun sempat mendapat ranking 1 saat SMA (menurut saya, itulah mujizat paling besar seumur hidup saya selain daripada kuliah dengan status beasiswa). Meskipun nilai saya termasuk lumayan, tapi saya terlalu banyak menimbang dan membandingkan nilai saya itu dengan teman-teman saya yang mayoritas pandai dan nilainya lebih tinggi dari saya, belum lagi siswa-siswa di kota yang sistem pendidikan nya pasti lebih baik, saya sudah kalah mental duluan (meskipun SMA saya adalah unggulan dan saya akui kualitasnya memang bagus!).  

Bagi saya, beasiswa adalah impian gila saya sejak kecil.

Dari 3 bersaudara, nilai saya selalu paling rendah dan tak patut disejajarkan dengan 2 saudara saya yang lainnya.  Bahkan papa dan mama juga berpikir demikian. (Jujurnya saya).
maka dari itu, sewaktu saya memperoleh peringkat 1 pas SMA, rasa bangga dan syukur yang tak terbendung  melimpah di hati tak henti-hentinya. 

Akhirnya dengan dukungan dari papa dan mama, saya mengirimkan juga persyaratan untuk memperoleh beasiswa tersebut. Sebenarnya, langkah itu saya ambil hanya untuk membuat papa dan mama saya tenang seperti waktu saya masuk SMA Negeri  untuk membuktikan bahwa saya tidak sebodoh yang mereka dan kedua saudara saya kira, yang hasilnya membuat saya menjadi orang yang begitu kesepian dan merasa cenderung terdiskriminasi, baik dari segi ras maupun agama ketika bersekolah disitu. 

Hanya saja, saya sudah lelah dengan perasaan seperti itu (walaupun hanya 3 tahun) dan memutuskan dengan mantap bahwa kelak saya kuliah tidak akan pernah mau berada di lingkungan yang tidak kondusif bagi diri saya tersebut seperti sebelumnya.

Anda bisa berpikir jika saya orang yang fanatik..
Tapi sebenarnya tidak! dan memang tidak! Saya hanya mengatakan hal yang sesungguhnya. Diskriminasi bagi kaum minoritas adalah rahasia umum yang hampir semua orang sudah mengetahuinya. Dan itu nyata terjadi! Walaupun benar adanya jika tidak semua kaum mayoritas melakukan tindakan sedangkal itu. Namun jika ada yang berdalih mengatakan itu hanya luapan emosi saya semata, itu adalah tidak benar. Orang yang mengatakan hal itu hanyalah menutupi kelemahan diri. Tidak lebih. 

Setelah beberapa waktu kemudian setelah saya mengirimkan persyaratan beasiswa itu semua, tiba saat untuk melalui 5 tahap penyeleksian. Saya ikuti saja. Mama saya yang selalu setia mengantar saya dari Serang ke Jakarta demi anaknya bisa kuliah dengan baik. Setiap melangkah untuk tes, maka setiap kali itu juga saya hanya tertawa dan berkata pada diri sendiri ini adalah perbuatan sia-sia, buang waktu, karena yang namanya beasiswa itu pasti cuma orang yang brilliant yang bisa dapet,  apalagi yang namanya beasiswa full, tanpa dipungut bayaran sama sekali sampai di wisuda dengan ketentuan mempertahankan IP yang bagus.  

Meskipun demikian, saya tetap melangkah, dalam intimidasi diri sendiri, juga dengan secuil sisi hati penuh harapan pada bantuan Tuhan supaya saya tidak mengecewakan harapan orangtua saya yang begitu besar untuk kali ini.

Tidak terasa, sampai pada titik penyeleksian terkahir, saya diterima sebagai mahasiswi Triskati School of Management angkatan 2010 dengan status full tuition fee..

Tidak bisa berkata apa-apa lagi selain Puji Tuhan….

Pekerjaan saya sebagai sales pun saya terpaksa akhiri demi menempuh berfokus pendidikan di Jakarta.  Keinginan saya untuk kuliah terkabulkan! Lebih dari sekedar doa pedih saya, ini Tuhan kasih yang melebihi logika saya.. beasiswa mimpi gila saya terealisasi..!

wow..
thanks a lot to my God, mom n dad yang uda kasih kepercayaan sama kemampuan saya :`)

waktu itu saya rasa saya akan segera menjadi gila!

Bukan karena stress atau pergumulan hidup berat, melainkan karena berkat luar biasa yang tak terkatakan yang Tuhan percayakan kepada saya..

Dan seumur hidup saya sebagai orang Kristen, baru kali ini pikiran saya benar-benar dirombak sepenuhnya menjadi seorang yang menyerahkan seluruh hidup saya di tangan Tuhan Sang Mesias.

Berkuliah disini begitu mengesankan, saya mendapati teman-teman baru yang rajin, pandai, seiman, dan saling membangun satu sama lain, dan tentunya saya juga berteman baik dengan kaum mayoritas Indonesia yang baik, ramah, dan tidak skeptis.

Saya mengikuti perkumpulan keagamaan (hal yang paling saya rindukan andai saya bisa ikuti saat di SMA), dan mendapati diri saya belajar banyak hal positif dan membangun iman percaya saya menjadi jauh lebih baik.

dan saya percaya 1 hal yang selama ini keyakinan rendahan itu saya pertahankan dengan kokoh dan akhirnya runtuh karena saya telah mengalami sendiri.. yaitu :
manusia bisa berubah dari kehidupan buruknya ke kehidupan baik, tanpa pernah akan jatuh kembali ke dosa terdahulunya, JIKA TUHAN ALLAH SENDIRI YANG AMBIL ALIH DAN BEKERJA DALAM HIDUP ORANG TERSEBUT

No comments: