God the Glory (the story of me *1*)
Akhir-akhir ini cukup banyak yang dipikirkan. Sesuatu yang berdampak bagi kehidupan sekarang dan yang akan datang.
Dulu saya selalu berpikir mengapa hidup ini sangat sia-sia
rasanya, kegiatan yang dilakukan adalah yang itu-itu lagi. Membosankan. Apa
yang dilakukan manusia jaman sekarang tidak jauh beda dengan yang manusia dulu
lakukan, bahkan hampir 99% sama, begitu pun pada masa depan. Hal ini akan
berlanjut terus-menerus sampai pada masa dimana semua manusia tidak lagi ada di
dunia.
Cara pandang dan pola pikir manusia yang rapuh dan terlalu
tersistem pada ajaran para pendahulunya tidak membuat keragaman yang baru di
jaman ini. Buah tidak jauh dari pohonya. Pepatah yang tepat untuk menggambarkan
statisnya kehidupan ini.
Itu benar kan?
ya..
ya..
Kemudian saya beranjak semakin dewasa dan memiliki pemikiran
yang jika tidak bisa dikatakan lebih maju atau setidaknya lebih baik dari
standar saya waktu kecil, otak ini mulai mencari jalan untuk bisa disinkronkan
dengan kata hati. Mustahil kah? Sangat.
Pada dasarnya, semua orang menganggap bahwa kata hati itu
berasal dari Roh, dan entah bagaimana caranya, paradigma itu masuk ke pikiran
saya, yang kemudian saya yakini sebagai sesuatu yang cukup masuk akal dan
benar.
Saya sangat yakin akan hal ini:
Tuhan memiliki sangat
banyak cara untuk menyadarkan dan mendorong umatNya untuk berbuat lebih baik
dan sempurna. Caranya itu sungguh di luar pemikiran dan tidak terbatas. Semuanya dilakukan Dia agar semua yang
percaya padaNya memiliki hikmat yang benar, agar tetap berjalan di jalan yang
semestinya.
Sekarang saya ingin bersaksi kisah nyata tentang pengalaman diri saya
sendiri.
Sejak kecil saya sudah dibiasakan untuk rajin pergi ke
Gereja. Berdoa, dan meminta segala sesuatu yang saya ingini dalam nama Tuhan.
Selama kurang lebih 18 tahun saya melakukan nya seperti seorang yang setia dan
religious. Bahkan saya sendiri berpikir bahwa orang seperti saya itu sangat
jarang. Saya orang yang lebih suci dari orang lain, Tuhan pasti lebih berkenan
pada saya ketimbang orang lain karena perbuatan “baik”saya selama 18 tahun an
itu. Pikir saya saat itu.
Orang lain banyak yang berkata-kata kasar dan kebun
binatang, mereka tidak memiliki iman percaya padaNya yang merupakan suatu
syarat mutlak jika ingin diterima Kerajaan Sorga, mereka melakukan hal-hal yang
jahat, tidak menghargai keanggunan diri sendiri. Tidak seperti saya. Saya
merasa hebat. Di atas rata-rata orang umumnya.
Meskipun demikian, namun jauh di dalam lubuk hati saya, saya
merasa kebosanan yang luar biasa, hampa, dan kosong harapan.
Begitu mudah nya saya terbawa kehidupan duniawi yang penuh
dengan dosa. Cepat marah dan mau menang sendiri adalah sifat buruk saya yang
mematikan. Bayangkan saja, saya melakukan hal itu tanpa merasa ada yang salah
pada diri saya sendiri, saya menganggap itu adalah hal yang sangat wajar, semua
orang juga begitu, dan makanya toleransi pada sikap tersebut dengan mudah
berakar dan berbuah di hati saya yang hanya satu-satu nya ini.
Parahnya, setiap ke Gereja, saya menyanyikan puji-pujian
dengan semangat, merasa saya orang benar dan begitu layak bersekutu denganNya..
Melihat jemaat lain menaikan pujian hingga menangis tersedu terlihat seperti
begitu rapuh, manusia yang tidak berdaya, dan hina di hadapanNya, menimbulkan pikiran degil di otak saya “gila!
Mereka cari muka sekali! Dihadapan Tuhan dan manusia!”, orang yang berbicara
bahasa Roh pun demikian “ampun deh.. ko bisa ya? Apa mereka cuma pura-pura bisa
aja? Kan ga semua orang dikasih hikmat berbahasa Roh.. “ Khotbah pendeta pun
saya rasa saya sudah melakukan nya selama ini dengan tidak ada celah. Benar-benar
tidak ada yang perlu diperbaiki lagi.
Pelajaran di sekolah, pertandingan olahraga yang saya ikuti,
saya memulainya dengan doa, dan merasa doa saya sangat didengar Tuhan, tapi
dalam kenyataan nya saya lebih sering mengandalkan kekuatan diri saya sendiri. Namun
gilanya, tiap hasil yang tidak memuaskan, seperti nilai jelek, kalah
bertanding, membuat saya begitu marah pada diri saya sendiri, terlebih Tuhan.
Mengapa saya sudah berdoa dan minta tuntunanNya, saya tetap menjadi pecundang??
Ini tidak benar!
Bahkan saya pernah menjauhkan diri saya dari Tuhan, hanya
karena kalah bertanding olahraga, yang dimana saya yakini sebelumnya jika saya
pasti menang.
Tidak mau berdoa lagi meskipun suara hati berkata saya
harus!
Setelah kejadian itu, saya tetap pergi ke Gereja karena takut dimarahi orang tua saja, alhasil disana saya hanya
diam dan sungguh enggan mendengarkan pendeta berbicara..
Dalam kehanyutan dosa itu sekalipun, herannya saya masih bisa
berasa saya telah mengkhianati Tuhan.
Namun tidak berbuat apa-apa..
Namun tidak berbuat apa-apa..
Betapa tragisnya dan sungguh berdosanya hidup saya dulu..
Entah berapa lama waktu yang Tuhan buang untuk menunggu saya
kembali ke pelukan kasihNya.
Berapa banyak energi yang Tuhan gunakan untuk menarik saya kembali ke rel yang telah dibuatNya khusus untuk saya lewati.
Berapa banyak jiwa yang Tuhan pakai untuk merangkul saya ke hidup yang dikehendakiNya. Begitu banyak pengorbanan yang Dia lakukan. Tidak terbatas.
Berapa banyak energi yang Tuhan gunakan untuk menarik saya kembali ke rel yang telah dibuatNya khusus untuk saya lewati.
Berapa banyak jiwa yang Tuhan pakai untuk merangkul saya ke hidup yang dikehendakiNya. Begitu banyak pengorbanan yang Dia lakukan. Tidak terbatas.
Terlalu banyak, sehingga terlihat sangat tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima.
Saya melewati perjalanan yang panjang hingga mencapai diri
saya yang sekarang ini yang saya rasakan mengalami kemajuan yang cukup
signifikan.
Tuhan memperbaiki
saya secara perlahan tapi pasti.
Saat saya beranjak akan masuk dunia perkuliahan, saya merasa
sangat bingung. Jurusan apa yang akan saya ambil? Universitas mana yang saya
tuju? Dan yang paling utama dan terutama adalah mana uang nya buat masuk
kuliah??
Koko saya setahun lebih tua, dan dia sudah masuk Universitas
Multimedia Nusantara. Universitas yang baru dibangun dengan belum menghasilkan
lulusan tapi uang masuk dan kuliahnya mahal. Wajar saja sepertinya, karena
universitas itu dibangun oleh salah satu perusahaan komersil terbesar di Indonesia
dengan segala macam link perusahaan yang siap menjadi jaminan memberikan
pekerjaan terhadap jebolannya kelak.
Saya merasa koko itu beruntung sekali, kuliah di tempat yang
banyak orang bilang itu adalah kampusnya orang elit alias orang-orang yang
punya dana lebih untuk mendapatkan fasilitas lebih. Hal itu cukup membuat iri
saya. Namun saya cukup berlapang dada untuk ikut mensyukuri berkat Tuhan
atasnya.
Hanya yang menjadi persoalan saya saat itu adalah, takdir saya sebagai
adiknya, kenapa bertolak belakang darinya? Saat ingin kuliah malah pusing memikirkan
biaya..
Jika ada yang penasaran dengan perasaan saya saat itu,
tentunya adalah sedih dan merasa hidup ini cukup tidak adil. Papa dan mama
mencoba untuk membesarkan hati saya dan meminta saya untuk terus berdoa ke Tuhan meminta jalan
terbaik. Tanpa mengucap janji bahwa saya pasti akan dikuliahkan.
Dengan keadaan begitu miris buat saya, cara itulah yang
Tuhan pakai untuk mengembalikan kesadaran saya sepenuhnya terhadap keagungan
kuasaNya.
Saya berdoa setiap malam dengan sepenuh hati, meminta Tuhan
campur tangan dalam pergumulan yang saya alami tersebut.
Sambil menunggu keputusan orangtua dan jawaban Tuhan, saya
disarankan mama untuk menghabiskan waktu liburan itu dengan bekerja menjadi
sales mobil. Ide bagus.
Dengan bantuan referensi teman kerja mama dulu, saya bekerja
di Tunas Daihatsu. Awalnya saya merasa gugup, karena pengalaman pertama kali
kerja ini. Menjadi sales bukan lah hal yang mudah seperti orang pada umumnya biasa
remehkan status "sales".
Target ditetapkan awal bulan, dan setiap paginya diadakan briefing
mengenai strategi memaksimalkan penjualan, bagaimana cara mencari calon
pembeli, membuatnya tertarik untuk membeli produk yang ratusan juta rupiah harganya itu,
memberikan informasi penting mengenai selling point product dari antara product-product
competitor, cara me-maintence customer, perhitungan kredit yang menurut saya
sebagai pemula adalah hal yang cukup rumit, dan sebagainya.
Walaupun saya adalah orang baru, target penjualan merupakan
sebuah magnet ketakutan saya yang paling besar selama 4 bulan saya bekerja
disana. Melawan competitor bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Competitor nya
ada 2 jenis: sesama dealer Daihatsu, dan produk lain seperti Toyota (sebagai
saingan utama), Suzuki, dan lainnya.
Selama saya bekerja, saya dibantu oleh koko yang lebih paham
soal mobil, dan papa saya yang dulu nya juga pernah menjadi sales mobil.
Pengalaman itu begitu pahit dan manis saya rasakan. Atmosfer bersaing yang
tinggi, kadang membuat saya merasa sulit bernapas. Setiap pagi sebelum
berangkat ke kantor, maka saya selalu berdoa minta Tuhan menyertai langkah
saya, pekerjaan baru yang menantang ini, dan target yang saya tetapkan bersama
belasan rekan sales lainnya yang disaksikan supervisor dan kepala cabang kami
yang baik, pintar, dan bijaksana.
Terima kasih Tuhan, saya boleh mencapai semua target sesuai
rencana.
Orang yang sudah bekerja beberapa tahun disana sebagai
administrasi pun ikut memuji saya, ia berkata bahwa saya termasuk orang yang
hebat dan beruntung karena setiap bulannya saya bisa menjual mobil dengan
jumlah yang maju, dari 1 ke 2 ke 3 dan 4. Itu sebuah prestasi yang bagus. Banyak
sales-sales terdahulu yang akhirnya keluar menyerah karena sudah tidak tahan
telah menghasilkan penjulan yang nihil selama beberapa bulan.
Saya benar-benar merasakan sukacita yang luar biasa.. saya
yakin bahwa saat itu, saya sungguh tidak mengandalkan kekuatan saya sendiri
seperti yang saya lakukan di kehidupan saya sebelumnya. Menjadi sales adalah
sebuah pekerjaan yang bisa membuat anda sadar, bahwa tanpa bantuan Tuhan yang
mengirim klien ke tangan anda, maka anda bukan apa-apa, dan tidak akan menjadi
apa-apa.
Saya bersyukur karena kesempatan saya melakukan pekerjaan ini.
dan hidup saya pun mulai disadarkan dan dipulihkan.
Masih dalam masa saya bekerja, mama sore itu memperlihatkan
koran Kompas yang mencantum iklan mengenai beasiswa full di Trisakti School
Management. Sekalipun sebelumnya saya sudah mencoba Universitas Indonesia
(tidak diterima, dan saya pun tidak terlalu ingin kesana), dan Universitas
Bunda Mulia, mama tetap mengajukan tantangan pada saya untuk mencoba
memeberikan persyaratan untuk beasiswa tersebut. Karena jarak Univesitas Bunda
Mulia cukup jauh, meskipun sudah diterima, tapi mau coba ke tempat yang lebih
mudah dijangkau.
Melihat iklan itu, saya hanya tertawa dan berkata dalam hati : “ini
bukan untuk orang seperti saya”.
Saya tidak pintar, walaupun sempat mendapat ranking 1 saat SMA (menurut saya, itulah mujizat paling besar seumur hidup saya selain daripada kuliah dengan status beasiswa). Meskipun nilai saya termasuk lumayan, tapi saya terlalu banyak menimbang dan membandingkan nilai saya itu dengan teman-teman saya yang mayoritas pandai dan nilainya lebih tinggi dari saya, belum lagi siswa-siswa di kota yang sistem pendidikan nya pasti lebih baik, saya sudah kalah mental duluan (meskipun SMA saya adalah unggulan dan saya akui kualitasnya memang bagus!).
Saya tidak pintar, walaupun sempat mendapat ranking 1 saat SMA (menurut saya, itulah mujizat paling besar seumur hidup saya selain daripada kuliah dengan status beasiswa). Meskipun nilai saya termasuk lumayan, tapi saya terlalu banyak menimbang dan membandingkan nilai saya itu dengan teman-teman saya yang mayoritas pandai dan nilainya lebih tinggi dari saya, belum lagi siswa-siswa di kota yang sistem pendidikan nya pasti lebih baik, saya sudah kalah mental duluan (meskipun SMA saya adalah unggulan dan saya akui kualitasnya memang bagus!).
Bagi saya, beasiswa
adalah impian gila saya sejak kecil.
Dari 3 bersaudara, nilai saya selalu paling rendah dan tak patut disejajarkan dengan 2 saudara saya yang lainnya. Bahkan papa dan mama juga berpikir demikian. (Jujurnya saya).
maka dari itu, sewaktu saya memperoleh peringkat 1 pas SMA, rasa bangga dan syukur yang tak terbendung melimpah di hati tak henti-hentinya.
Akhirnya dengan dukungan dari papa dan mama, saya
mengirimkan juga persyaratan untuk memperoleh beasiswa tersebut. Sebenarnya,
langkah itu saya ambil hanya untuk membuat papa dan mama saya tenang seperti
waktu saya masuk SMA Negeri untuk
membuktikan bahwa saya tidak sebodoh yang mereka dan kedua saudara saya kira, yang
hasilnya membuat saya menjadi orang yang begitu kesepian dan merasa cenderung
terdiskriminasi, baik dari segi ras maupun agama ketika bersekolah disitu.
Hanya saja, saya sudah lelah dengan perasaan seperti itu
(walaupun hanya 3 tahun) dan memutuskan dengan mantap bahwa kelak saya kuliah
tidak akan pernah mau berada di lingkungan yang tidak kondusif bagi diri saya
tersebut seperti sebelumnya.
Anda bisa berpikir jika saya orang yang fanatik..
Tapi sebenarnya tidak! dan memang tidak! Saya hanya mengatakan hal yang sesungguhnya. Diskriminasi bagi kaum minoritas adalah rahasia umum yang hampir semua orang sudah mengetahuinya. Dan itu nyata terjadi! Walaupun benar adanya jika tidak semua kaum mayoritas melakukan tindakan sedangkal itu. Namun jika ada yang berdalih mengatakan itu hanya luapan emosi saya semata, itu adalah tidak benar. Orang yang mengatakan hal itu hanyalah menutupi kelemahan diri. Tidak lebih.
Tapi sebenarnya tidak! dan memang tidak! Saya hanya mengatakan hal yang sesungguhnya. Diskriminasi bagi kaum minoritas adalah rahasia umum yang hampir semua orang sudah mengetahuinya. Dan itu nyata terjadi! Walaupun benar adanya jika tidak semua kaum mayoritas melakukan tindakan sedangkal itu. Namun jika ada yang berdalih mengatakan itu hanya luapan emosi saya semata, itu adalah tidak benar. Orang yang mengatakan hal itu hanyalah menutupi kelemahan diri. Tidak lebih.
Setelah beberapa waktu kemudian setelah saya mengirimkan
persyaratan beasiswa itu semua, tiba saat untuk melalui 5 tahap penyeleksian.
Saya ikuti saja. Mama saya yang selalu setia mengantar saya dari Serang ke
Jakarta demi anaknya bisa kuliah dengan baik. Setiap melangkah untuk tes, maka
setiap kali itu juga saya hanya tertawa dan berkata pada diri sendiri ini
adalah perbuatan sia-sia, buang waktu, karena yang namanya beasiswa itu pasti
cuma orang yang brilliant yang bisa dapet, apalagi yang namanya beasiswa full, tanpa
dipungut bayaran sama sekali sampai di wisuda dengan ketentuan mempertahankan
IP yang bagus.
Meskipun demikian,
saya tetap melangkah, dalam intimidasi diri sendiri, juga dengan secuil sisi hati penuh
harapan pada bantuan Tuhan supaya saya tidak mengecewakan harapan orangtua saya yang
begitu besar untuk kali ini.
Tidak terasa, sampai pada titik penyeleksian terkahir, saya
diterima sebagai mahasiswi Triskati School of Management angkatan 2010 dengan status full
tuition fee..
Tidak bisa berkata apa-apa lagi selain Puji Tuhan….
Pekerjaan saya sebagai sales pun saya terpaksa akhiri demi
menempuh berfokus pendidikan di Jakarta.
Keinginan saya untuk kuliah terkabulkan! Lebih dari sekedar doa pedih
saya, ini Tuhan kasih yang melebihi logika saya.. beasiswa mimpi gila saya
terealisasi..!
wow..
thanks a lot to my God, mom n dad yang uda kasih kepercayaan sama kemampuan saya :`)
thanks a lot to my God, mom n dad yang uda kasih kepercayaan sama kemampuan saya :`)
waktu itu saya rasa
saya akan segera menjadi gila!
Bukan karena stress atau pergumulan hidup berat, melainkan
karena berkat luar biasa yang tak terkatakan yang Tuhan percayakan kepada
saya..
Dan seumur hidup saya
sebagai orang Kristen, baru kali ini pikiran saya benar-benar dirombak
sepenuhnya menjadi seorang yang menyerahkan seluruh hidup saya di tangan Tuhan
Sang Mesias.
Berkuliah disini begitu mengesankan, saya mendapati
teman-teman baru yang rajin, pandai, seiman, dan saling membangun satu sama
lain, dan tentunya saya juga berteman
baik dengan kaum mayoritas Indonesia yang baik, ramah, dan tidak skeptis.
Saya mengikuti perkumpulan keagamaan (hal yang paling saya
rindukan andai saya bisa ikuti saat di SMA), dan mendapati diri saya belajar banyak
hal positif dan membangun iman percaya saya menjadi jauh lebih baik.
dan saya percaya 1 hal yang selama ini keyakinan rendahan itu saya pertahankan dengan kokoh dan akhirnya runtuh karena saya telah mengalami sendiri.. yaitu :
manusia bisa berubah dari kehidupan buruknya ke kehidupan baik, tanpa pernah akan jatuh kembali ke dosa terdahulunya, JIKA TUHAN ALLAH SENDIRI YANG AMBIL ALIH DAN BEKERJA DALAM HIDUP ORANG TERSEBUT
No comments:
Post a Comment